ASIATODAY.ID, JAKARTA – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo merespon keputusan Lembaga pemeringkat Standard and Poor’s (S&P) yang mempertahankan Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada BBB dan merevisi outlook menjadi negatif.
Menurutnya outlook negatif ini diyakini bukan cerminan dari permasalahan ekonomi yang bersifat fundamental.
“Tetapi lebih dipicu oleh kekhawatiran S&P terhadap risiko pemburukan kondisi eksternal dan fiskal akibat pandemi covid-19 yang bersifat temporer,” jelas Perry melalui keterangan tertulisnya, di Jakarta, Sabtu (18/4/2020).
Perry mengungkapkan, keyakinan ini didasarkan pada fakta bahwa sampai dengan beberapa saat sebelum covid-19 meluas ke seluruh dunia, kepercayaan investor dan lembaga pemeringkat internasional terhadap prospek dan ketahanan ekonomi Indonesia masih sangat tinggi.
Didukung oleh konsistensi pemerintah dan BI dalam melaksanakan kebijakan fiskal, moneter, dan reformasi struktural, kepercayaan tersebut antara lain tampak pada aliran masuk modal asing yang sangat deras dan rangkaian kenaikan peringkat yang diberikan kepada Indonesia oleh berbagai lembaga pemeringkat terkemuka di dunia.
Perry menambahkan ketidakpastian kondisi ekonomi dan keuangan saat ini merupakan fenomena global dan Indonesia merupakan salah satu dari banyak negara yang telah mengambil langkah-langkah kebijakan fiskal, moneter, dan keuangan untuk mengatasi dampak negatif penyebaran covid-19 terhadap stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
“Bank Indonesia meyakini bahwa berbagai langkah kebijakan tersebut akan dapat mengembalikan trajectory ekonomi Indonesia, baik dari sisi pertumbuhan, eksternal, maupun fiskal, ke arah yang lebih sustainable dalam waktu yang tidak terlalu lama,” jelasnya.
Keyakinan tersebut ditopang oleh beberapa faktor pendukung, yaitu ketahanan sistem keuangan Indonesia yang saat ini tetap kuat dan terjaga dengan baik, suatu kondisi yang sangat berbeda dibandingkan ketika Indonesia menghadapi krisis Asia 1997 dan krisis keuangan global 2008.
Selain itu, komitmen pemerintah dan BI untuk menjalankan disiplin fiskal dan disiplin moneter sebagaimana track record Indonesia selama ini. Dan keberadaan berbagai kerjasama internasional yang telah dijalin oleh BI dan pemerintah, baik dalam bentuk Jaring Pengaman Keuangan Internasional maupun komitmen pembiayaan dari berbagai negara mitra dan lembaga keuangan internasional.
Secara khusus S&P menyoroti peran penting BI dalam mendukung upaya mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan meredakan guncangan ekonomi dan keuangan. Perppu, yang baru-baru ini ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo, memberikan kewenangan kepada BI untuk membeli surat berharga pemerintah di pasar perdana apabila permintaan pasar dinilai tidak memadai.
“Hal ini dapat membantu pemerintah dalam mengelola biaya pinjaman ketika pasar keuangan sedang mengalami gangguan ekstrim,” tulis S&P dalam laporannya.
Sejak krisis keuangan dunia 2008, banyak bank sentral di negara-negara maju juga diberikan kewenangan yang sama. Karena kewenangan ini hanya digunakan saat situasi pasar keuangan sedang tertekan maka dampaknya terhadap inflasi dan nilai tukar relatif terkendali.
“Dalam kaitan ini, S&P mengakui bahwa, dengan dukungan independensi yang dimilikinya, Bank Indonesia telah mampu mengelola inflasi pada tingkat yang selaras dengan negara-negara peers,” tandas Perry. (AT Network)
Discussion about this post