GUBERNUR Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) H. Ali Mazi, SH., menerima tim ahli untuk menulisan buku yang dipimpin dua peneliti dari Jakarta, Susanto Zuhdi dan Ali Mochtar Ngabalin. Pertemuan tersebut berlangsung di Rumah Jabatan Gubernur Sulawesi Tenggara, Kendari 8 Agustus 2022.
Pertemuan itu ikut dihadiri oleh Pj. Sekretaris Daerah Prov. Sultra, Asrun Lio; dan Roni Muchtar sebagai pengarah; serta Kepala Balitbang Prov Sultra, Ismawati.
Hadir pula sejumlah akademisi antira lain Tasrifin Tahara, Dinna Dayana LM, La Ode Abdul Munafi, La Ode Alirman, La Ode Muhammad Nasrun Saafi, Haeruddin, Rustam Awat, Munawir Mansyur, Hasaruddin, dan Zuumi Kudus.
Dalam pertemuan tersebut, Susanto Zuhdi dan Ali Mochtar Ngabalin, tetap mendorong tema “Upaya Pembuktian Sejarah Secara Ilmiah yang Awalnya Berupa Tula-Tula” yang hendak mengangkat mengenai kisah dan sejarah Buton dimasa lampau.
Di pertemuan itu, Gubernur Ali Mazi mengutarakan keinginannya tentang pentingnya menelusuri cerita-cerita yang bernilai historis. Pentingnya penelusuran kisah masa lalu untuk membuktikan secara ilmiah tentang sejarah Sulawesi Tenggara oleh orang-orang yang kompoten dan menjadi rujukan.
“Sehingga kita dalam berdialog tidak pake katanya. Tapi bisa kita merujuk pada Prof. Susanto bahwa kajian ilmiahnya seperti ini. Bagaimana tula-tula ini, cerita-cerita ini menjadi tulisan yang ilmiah, yang masuk akal,” ungkap Gubernur Ali Mazi.
Cikal bakal Buton untuk menjadi sebuah Kerajaan pertama kali dirintis oleh kelompok Mia Patamiana (si empat orang) yaitu Sipanjonga, Simalui, Sitamanajo, Sijawangkati yang oleh sumber lisan mereka berasal dari Semenanjung Tanah Melayu pada akhir abad ke-13.
Mereka mulai membangun perkampungan yang dinamakan Wolio (saat ini berada dalam wilayah Kota Baubau serta membentuk sistem pemerintahan tradisional dengan menetapkan Empat Limbo (Wilayah Kecil) yaitu Gundu-gundu, Barangkatopa, Peropa dan Baluwu yang masing-masing wilayah dipimpin oleh seorang Bonto sehingga lebih dikenal dengan Patalimbona. Keempat orang Bonto tersebut disamping sebagai kepala wilayah juga bertugas sebagai pelaksana dalam mengangkat dan menetapkan seorang Raja. Selain empat Limbo yang disebutkan di atas, di Buton telah berdiri beberapa kerajaan kecil seperti Tobe-tobe, Kamaru, Wabula, Todanga dan Batauga. Maka atas jasa Patalimbona, kerajaan-kerajaan tersebut kemudian bergabung dan membentuk kerajaan baru yaitu kerajaan Buton dan menetapkan Wa Kaa Kaa (seorang wanita bersuamikan Si Batara seorang turunan bangsawan Kerajaan Majapahit) menjadi Raja I pada tahun 1332 setelah mendapat persetujuan dari keempat orang Bonto/Patalimbona (saat ini hampir sama dengan lembaga legislatif).
“Mudah-mudahan kita bisa bekerja sama untuk membuat sejarah anak bangsa dan saya lihat kelemahan-kelemahan di provinsi ini sudah tidak peduli dengan sejarah. Mereka sibuk dengan kehidupan. Saya berpikir bahwa ini harus ada catatan sejarah. Kita mencontoh negara-negara besar itu lengkap sejarahnya. Dokumen-dokumen Kesultanan Buton ada di Nederland,” kata Gubernur Ali Mazi.
Dalam periodisasi Sejarah Buton tercatat dua fase penting yaitu masa Pemerintahan Kerajaan sejak tahun 1332 sampai pertengahan abad ke-16 dengan diperintah oleh enam orang raja diantaranya dua orang raja perempuan yaitu Wa Kaa Kaa dan Bulawambona. Kedua raja ini merupakan bukti bahwa sejak masa lalu derajat kaum perempuan sudah mendapat tempat yang istimewa dalam masyarakat Buton. Fase kedua adalah masa Pemerintahan Kesultanan sejak masuknya agama Islam di Kerajaan Buton pada tahun 948 Hijriah (1542 Masehi) bersamaan dilantiknya Laki La Ponto sebagai Sultan Buton I dengan Gelar Sultan Murhum Kaimuddin Khalifatul Khamis sampai pada Muhammad Falihi Kaimuddin sebagai Sultan Buton ke-38 yang berakhir tahun 1960.
“Materi buku ini harus ditulis sedetail mungkin, mengungat pemahaman orang lain tentang sejarah Buton sedikit lenih baik. Pemahaman itu yang harus dibongkar buku ini, agar ke depan yang diperoleh masyarat adalah kebenaran yang tidak bisa dibantah,” kata Pj. Sekretaris Daerah Prov. Sultra, Asrun Lio. []
Ilham Q. Moehiddin
Juru Bicara Gubernur Sultra
*Foto: JGS/Frans Patadungan © 2022