GUBERNUR Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) H. Ali Mazi, SH., menghadiri Workshop Nasional Percepatan Rehabilitasi Mangrove dalam rangka Peringatan Hari Pers Nasional Tahun 2022, di Kempinski Hotel Indonesia, Jakarta, Kamis 20 Januari 2022.
Ikut hadir sebagai pemateri dalam acara ini antara lain Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Dr. Ir. Siti Nurbaya Bakar, M.Sc., yang telah menyampaian arahan sekaligus membuka Workshop Nasional tersebut. Juga Ketua Persatuan Wartawan Indonesia H. Atal Sembiring Depari yang telah menyampaikan sambutannya.
Para narasumber Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Ir. Hartono, M.Sc., dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Rehabilitasi Hutan (PDASRH) Ir. Dyah Murtiningsih, M.Hum., Guru Besar Universitas Diponegoro Prof. Dr. Deny Nugroho Sugianto, ST., M.Si., Direktur Yayasan Konservasi Alam Nusantara Dr. Muhammad Ilman, Ps.D., PWI Pusat Dr. Nurjaman Mochtar. Acara ini diselenggarakan oleh Panitia Pelaksana Hari Pers Nasionl 2022.
Sebelum menyampaikan paparannya, Gubernur Ali Mazi sebagai Gubernur Sulawesi Tenggara mengucapkan terima kasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada panitia Hari Pers Nasional (HPN) Tahun 2022, yang telah menyelenggarakan kegiatan dengan tema Dukungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara Terhadap Kegiatan Perlindungan dan Rehabilitasi Mangrove ini. “Terlebih di tengah-tengah kita hadir Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan RI Dr. Ir. Siti Nurbaya, M.Sc., serta terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada kami untuk menyampaikan materi diskusi pada forum ini,” kata Gubernur Ali Mazi.
Gubernur Ali Mazi menyampaikan dukungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara terhadap kegiatan Perlindungan dan Rehabilitasi Mangrove di Provinsi Sultra, dalam bentuk Daratan seluas 3,81 Juta hektar, dimana terdapat luas Kawasan Hutan 2,4 Juta hektar atau kurang lebih 61 persen dari luas daratan.
[GALERI FOTO] Workshop Nasional Percepatan Rehabilitasi Mangrove
“Total luas hutan Mangrove Prov. Sultra Tahun 2021, terdiri atas 93.830,52 hektar, yang terdiri atas potensi habitat Mangrove 27.664,80 hektar dan Eksisting Mangrove 66.165,72 hektar,” kata Gubernur Ali Mazi.
Dilanjutkan Gubernur Ali Mazi bahwa Sulawesi Tenggara memiliki potensi habitat mangrove, yang meliputi Area Terabrasi 0,73 hektar, Lahan Terbuka 993,18 hektar, Mangrove Terabrasi 283,69 hektar, Tambak 26.093,06 hektar, dan Tanah Timbul 294,14 hektar, dan Eksisting Mangrove, yang meliputi Kategori Mangrove Lebat (yang berlokasi di Kabupaten Konawe Selatan) ada sekitar 40.811,14 hektar, Kategori Mangrove Sedang (yang berlokasi Kabupaten Muna) seluas 21.453,23 hektar, dan Kategori Mangrove Jarang (yang berlokasi di Kabupaten Muna Barat) seluas 3.901,36 hektar.
Permasalahan yang terjadi, kata Gubernur Ali Mazi yakni konversi ekosistem hutan mangrove menjadi penggunaan lainnya berupa Budi Daya Perairan (tambak); Infrastruktur Pelabuhan dan Jalan; Area Tambang; Pemukiman; dan Area Industri yang membuat luasan mangrove menurun.
“Juga pola hidup masyarakat sekitar kawasan hutan yang telah turun temurun menggunakan pohon mangrove untuk kayu bakar, menjadikan populasi pohon mangrove mengalami penurunan secara drastis. Pencemaran dan sedimentasi yang diendapkan di lingkungan mangrove” tambah Gubernur Ali Mazi.
Namun manfaat yang diperoleh manusia juga tidak sedikit dengan adanya kawasan hutan mangrove ini. Antara lainnya adalah 1) Habitat hewan laut dan darat, seperti burung, ikan, udang, kepiting dan satwa lainnya memanfaatkan mangrove sebagai tempat hidup, bertelur dan berkembang, 2) Sebagai bagian rantai makanan (produsen), mangrove sebagai produsen pada rantai makanan darat maupun rantai makanan laut, 3) Perlindungan kawasan pesisir, melindungi pantai dari ombak/tsunami/abrasi air laut, 4) Menyaring endapan dan tanah, lumpur dari sungai ataupun terbawa air laut tersaring oleh mangrove, dan 5) Fungsi ekonomi dan kesehatan, untuk bahan manisan dan kerupuk buah, obat dari akar, taman wisata dan manfaat lainnya.
Di Provinsi Sulawesi Tenggara potensi mangrove tersebut menghasilkan berbagai kebijakan dan program yang membawa keuntungan. Bertujuan memulihkan kawasan hutan mangrove yang mengalami kerusakan, meningkatkan tutupan hutan mangrove serta meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. “Kami melakukan rehabilitasi hutan mangrove dengan dukungan APBD tahun 2021. Berlokasi di Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Mekongga Selatan wilayah administrasi Kabupaten Kolaka, dengan luas 15 hektar,” kata Gubernur Ali Mazi.
Lokasi lain yang disebutkan Gubernur Ali Mazi adalah Kesatuan Pengelolaan Hutan Gularaya di Kabupaten Konawe Selatan), seluas 126 hektar, sehingga total luasan rehabilitas hutan mangrove 141 hektar, dengan anggaran sebesar Rp2,5 milyar.
Rehabilitasi hutan mangrove dengan dukungan APBD Tahun 2022 berlokasi di Kesatuan Pengelolaan Hutan di Kapontori (Kabupaten Buton), seluas 25 hektar, KPH Lasalimu di Kabupaten Buton, seluas 10 hektar, KPH Peropaea di Kabupaten Buton Utara, seluas 310 hektar, KPH Gantara di Kabupaten Buton Utara, seluas 180 hektar, KPH Mekongga Selatan di Kabupaten Kolaka, seluas 15 hektar, KPH Laiwoi Tenggara di Konawe, seluas 20 hektar, sehingga total luas rehabilitasi hutan mangrove 560 hektar. Pihak Provinsi Sulawesi Tenggara menyediakan anggaran sebesar Rp11 milyar.
Ditambahkan Gubernur Ali Mazi, bahwa pihaknya melakukan rehabilitasi hutan mangrove dengan dukungan APBN Tahun 2021, dengan jenis kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) adalah bentuk kegiatan rutin Balai Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL), seluas 75 hektar. Juga bagian Percepatan Rehabilitasi Mangrove Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (PRM-BRGM), seluas 250 hektar, sehingga total luas rehabilitas hutan mangrove 325 hektar.
“Di sisi Rehabilitasi Hutan Mangrove yang memperoleh dukungan APBN Tahun 2022, akan ada jeniskegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) rutin Balai Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BP-DASHL), seluas 100 hektar. Sehingga Percepatan Rehabilitasi Mangrove Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (PRM-BRGM), diperoleh luasan 250 hektar, sehingga total luas rehabilitas hutan mangrove 2.783 hektar,” papar Gubernur Ali Mazi.
Pihak Provinsi Sulawesi Tenggara telah menetapkan kawasan mangrove Areal Penggunaan Lain (APL) yang berada di luar kawasan hutan untuk menjadi kawasan lindung, dengan mendorong Bupati/Wali Kota untuk menetapkan hutan mangrove yang berada di luar kawasan hutan yang ekosistemnya masih baik untuk ditetapkan menjadi kawasan lindung dalam RTRW Kabupaten/Kota agar terjaga.
Pemerintah Prov. Sulawesi Tenggara dengan bantuan Universitas Halu Oleo membentuk Pusat Studi Mangrove, sebagai sarana edukasi pengelolaan ekosistem mangrove kepada masyarakat. Juga Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungn (FHIL) Universitas Halu Oleo bekerjasama dengan Dinas Kehutanan Prov. Sultra. Kerja sama dimaksud, sebagaimana tertuang dalam Perjanjian Kerja Sama Nomor 1039/UN29.16/LL/2021 dan 363/MOU/X/2021 tentang Penelitian dan Pengembangan Kapasitas IPTEK Bidang Kehutanan termasuk di dalamnya Pengelolaan Ekosistem Mangrove.
Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove. Pengelolaan hutan mangrove melalui pola perhutanan sosial dengan telah diterbitkannya ijin perhutanan sosial HKM (Hutan Kemasyarakatan) antara lain di Kabupaten Konawe Selatan dan Buton Utara. Mendorong terbentuknya forum multipihak dalam rangka pengelolaan ekosistem mangrove di Sulawesi Tenggara. Forum multipihak sebagai wadah koordinasi dan konsultasi dalam rangka sinkronisasi program perumusan kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove. “Penegakan hukum terhadap pelaku pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan mangrove secara illegal untuk memberikan efek jera dan menjaga kelestarian hutan mangrove.”
Kata Gubernur Ali Mazi seraya mempersilahkan para audiense forum diskusi yang dibuka oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan itu berdiskusi bersama untuk mendapatkan hasil yang akan digunakan oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Mangrove Memiliki Fungsi Ekologi
Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar mengatakan hutan mangrove memiliki sejumlah fungsi penting. Salah satunya mampu mencegah abrasi laut. “Dari sisi fisik, mangrove berakar banyak dan batangnya kukuh mampu mencegah bahaya tsunami, ombak, dan abrasi laut,” kata Menteri LHK Siti Nurbaya dalam sambutannya pada Workshop Percepatan Rehabilitasi Mangrove.
Menteri LHK Siti Nurbaya juga menjelaskan mangrove memiliki fungsi ekologi yaitu menjadi filter polusi air dan udara karena sifatnya yang bisa tumbuh pada kondisi tanah berlumpur dan mampu menyerap polusi dari udara.
“Mangrove sebagai habitat tempat hidup dan berkembang biaknya berbagai jenis ikan dan biota laut lainnya,’ ujar Menteri LHK Siti Nurbaya. Ia mengatakan mangrove memiliki fungsi ekonomi karena menghasilkan buah atau biji yang bisa dijadikan makanan atau minuman. Kulit batang dan daun mangrove juga bisa menjadi bahan baku pewarna batik.
Manfaat lainnya ialah hutan mangrove bisa dikembangkan dan dimanfaatkan menjadi spot lokasi wisata alam. Menteri LHK Siti Nurbaya mengungkapkan data Peta Mangrove Nasional (PMN) 2021 menunjukkan sebaran luas ekosistem mangrove di Indonesia seluas 3,36 juta hektare. Tersisa 2,6 juta hektare di antaranya berada di dalam kawasan dan 702 ribu hektare lainnya di luar kawasan. []
Ilham Q. Moehiddin
Juru Bicara Gubernur Sultra
*Foto: JGS/Frans Patadungan © 2022 dan Ari Ardiansyah © 2022