GUBERNUR PROVINSI Sulawesi Tenggara (Sultra) H. Ali Mazi, SH., sejak Selasa 6 April 2021, berkunjung ke Jakarta guna memenuhi undangan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi II DPR RI yang membidangi urusan dalam negeri, sekretariat negara, dan pemilu.
Sebagaimana yang tidak banyak diketahui publik bahwa selain Provinsi Sulawesi Tenggara, ada tiga provinsi lain di Sulawesi (Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara) yang harus melakukan penyesuaian terkait Undang-Undang pembentukan daerah-daerah tersebut.
Gubernur Ali Mazi memandang penting hal ini, sehingga perlu untuk meninjau kembali pemberlakuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dan Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara dengan mengubah Undang-Undang No. 47 Prp Tahun 1960.
[GALERI FOTO] RDP Rancangan Undang-Undang tentang Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra)
Dalam RDP ini, selain tiga kepala daerah Bombana, Konawe, dan Kolaka, hadir mengiringi Gubernur Ali Mazi, antara lain para kepala daerah (atau yang mewakili) 14 kabupaten/kota, Asisten I Setprov Sultra, dan Karo Hukum Setprov Sultra.
Catatan: Undang-Undang No. 47 Prp Tahun 1960 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara Tengah dan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan-Tenggara (Lembaran Negara Tahun 1964 No. 7) yang disahkan pada 23 September 1964 di Jakarta oleh Dr. Subandrio dan diundangkan oleh Sekretaris Negara RI Mohammad Ichsan. Tujuan pembuatan Undang-Undang ini untuk mengintensifkan dan melancarkan jalannya pemerintahan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara yang dirasa sudah saatnya mengurus rumah tangganya sendiri.
Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan-Tenggara (Sulselra) diubah menjadi Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan (Sulsel) setelah sebagian wilayahnya dipisahkan untuk terbentuknya Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara (Sultra), sehingga Undang-Undang ini membentuk Daerah Tingkat I Sultra yang meliputi Kendari, Kolaka, Muna, dan Buton, yang ibukota pemerintahannya berkedudukan di Kendari.
Ditegaskan oleh Gubernur Ali Mazi, bahwa gagasan peninjauan kembali dan pengubahan perangkat perundangan yang mendasari Undang-Undang No. 47 Prp Tahun 1960 tersebut, untuk menguatkan posisi dan dasar hukum bagi kedaulatan wilayah Republik Indonesia.
Dasar perundangan yang digunakan untuk pembentukan Provinsi Sulawesi, menjadi Provinsi Sulselra, dan Provinsi Sulutteng, kemudian menjadi Provinsi Sulsel, Provinsi Sultra, Provinsi Sulteng, dan Provinsi Sulut, masih menggunakan Undang-Undang Negara Indonesia Timur (NIT) dan kemudian menjadi negara bagian dari Negara Federasi Republik Indonesia Serikat (NF-RIS).
Dasar perundangan yang digunakan itulah yang dapat didefinisikan sebagai belum menyatunya seluruh wilayah NKRI yang keseluruhannya harus berdasarkan pada Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.
Bagi Gubernur Ali Mazi, kenyataan dalam beleid yang melandasi pembentukan empat daerah tingkat I (provinsi ) yang secara de jure belum mengikat empat wilayah di Sulawesi tersebut dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, sekaligus berpotensi mengurangi nilai-nilai multikulturalisme Indonesia.
Video I:
https://youtu.be/QJ6fpD2tAHg
Maka dipandang sangat penting untuk melakukan penyesuaian fundamen konstitusi melalui RUU tentang Provinsi Sultra yang disertai dengan Naskah Akademik.
Dalam RDP yang dihadiri gubernur empat provinsi di Sulawesi dan dipimpin Junimart Girsang tersebut, Gubernur Ali Mazi menanggapi secara cermat draft Undang-Undang—khususnya RUU Provinsi Sulawesi Tenggara— yang akan menggantikan perundangan lama yang selama ini digunakan sebagai landasan pembentukan empat provinsi di Sulawesi.
Gubernur Ali Mazi sangat bersyukur dan mengapresiasi rencana perubahan perundangan yang selama ini digunakan. “Ini perlu penyeragaman. Pada prinsipnya, RUU ini sudah sangat bagus, namun ada beberapa pasal yang menurut hemat kami perlu dilakukan perbaikan secara redaksional,” kata Gubernur Ali Mazi.
Pasal-pasal tersebut, antara lain: Pasal 3; Pasal 4 bagian (a) dan bagian (b); Pasal 5 Ayat (1); Pasal 12 Ayat (1) bagian (a), bagian (b), dan bagian (c); Pasal 13 Ayat (1); Pasal 13 Ayat (2) bagian (a); dan Pasal 14 Ayat (1).
Khusus Pasal 4 bagian (a) dalam RUU Prov. Sultra, tertera bahwa wilayah Sulawesi Tenggara berada pada koordinat 02 derajat 45’ dan 06 derajat 15’ Lintang Selatan; dan pada Pasal 4 bagian (b), berada pada koordinat 120 derajat 45’ dan 124 derajat 30’ Bujur Timur, harus diselaraskan menjadi 02 derajat 45’ dan 07 derajat 5’ Lintang Selatan dan
120 derajat 39’ dan 124 derajat 50’ Bujur Timur, sebagai koordinat wilayah terluar Sulawesi Tenggara sebagaimana yang tercantum dalam Perda No.9 Tahun 2018 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2018-2038, dan RTRW.
“Batas-batas wilayah ini sudah disepakati dalam rapat teknis bersama Mendagri, para Gubernur, dan para instansi terkit,” kata Gubernur Ali Mazi, “sehingga peta yang tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari RUU, sebagaimana disebutkan pada Pasal 5 Ayat (1), belum pernah diterima oleh Pemprov Sultra, maka saya mengusulkan agar peta yang dijadikan rujukan adalah peta yang menggambarkan wilayah Sultra yang ada pada Pemprov. Sultra dan menjadi lampiran Perda No.9 Tahun 2018.”
Video II:
https://youtu.be/JLV0TLZccEs
Sejarah Singkat Sulawesi
Pada saat kemerdekaan Indonesia, Sulawesi berstatus sebagai provinsi dengan bentuk pemerintahan otonom di bawah pimpinan seorang gubernur. Provinsi Sulawesi ketika itu beribu kota di Makassar, dengan Gubernur DR. G.S.S.J. Ratulangi (1945–1949). Bentuk sistem pemerintahan provinsi ini merupakan perintis bagi perkembangan selanjutnya, hingga dapat melampaui masa-masa di saat Sulawesi berada dalam Negara Indonesia Timur (NIT) dan kemudian (NIT,—red.) menjadi negara bagian dari Negara Federasi Republik Indonesia Serikat (NF-RIS). Saat NF-RIS dibubarkan dan kembali kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (KNRI), Sulawesi mempertegas statusnya kembali menjadi sebuah provinsi. Status Provinsi Sulawesi ini kemudian terus berlanjut sampai pada tahun 1960, di bawah kepemimpinan Andi Pangerang Pettarani (1956–1960).
Berikut Gubernur Sulawesi dari tahun 1945 sampai tahun 1960, yakni: DR. G. S.S.J. Ratulangi (1945–1949); Bernard Wilhelm Lapian (1949–1951); R. Sudiro (1951–1953); Andi Burhanuddin (1953); Lanto Daeng Pasewang (1953–1956); dan Andi Pangerang Pettarani (1956–1960).
Mulai tahun 1960, Sulawesi terdiri dari dua buah Daerah Tingkat I, yaitu: Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan-Tenggara (Sulselra) dan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah (Sulutteng).
Pada tahun 1964 dibentuk Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara yang terpisah dari Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan-Tenggara, sedangkan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan-Tenggara diubah menjadi Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan. Demikian pula Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah juga dipisahkan dari Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah, sedangkan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah diubah menjadi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara.
Di tahun 1999, pemakaian istilah Daerah Tingkat I dihilangkan, dan diganti menjadi provinsi. Memasuki era Reformasi seiring dengan munculnya pemekaran wilayah berkenaan dengan Otonomi Daerah, terbentuk Provinsi Gorontalo pada tahun 2000, dan kemudian Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2004.
Inisiatif Penyesuaian Undang-Undang
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia melalui alat kelengkapan Komisi II, melakukan inisiatif melakukan penyesuaian RUU tentang Provinsi Sulawesi Tenggara. Urgensi penyesuaian RUU tentang Provinsi Sulawesi Tenggara terdapat dua hal:
Pengaturan mengenai daerah Sulawesi diatur pertama kali dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Sulawesi yang membagi Sulawesi menjadi 37 daerah-daerah Tingkat II. Sebagai langkah lanjutan, maka perlu selekasnya membentuk daerah-daerah otonom Tingkat I Sulawesi yang disamping mengatur dan mengurus rumah-tangganya sendiri, juga bertugas pula untuk mengkoordinir dan mengawasi daerah-daerah Tingkat II yang telah ada.
Sehubungan dengan hal itu maka pada tanggal 13 Desember 1960 Presiden Republik Indonesia, Soekarno menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 47 Tahun 1960 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara dan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara Tengah yang mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1961.
Perppu Nomor 47 Tahun 1960 ini kemudian disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 47 Prp. Tahun 1960 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara dan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara Tengah (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 151).
Undang-Undang Nomor 47 Prp. Tahun 1960 mengatur wilayah yang meliputi daerah-daerah administratif, sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden No. 5 Tahun 1960 masing-masing dibentuk sebagai daerah Tingkat I yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dan yang berturut-turut dinamakan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara dan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara Tengah.
Dapat disimpulkan bahwa Undang-Undang Nomor 47 Prp. Tahun 1960 tersebut, menjadi dasar terbentuknya Provinsi Sulawesi Tenggara.
Selanjutnya pada tahun 1964, dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia (Perppu) Nomor 2 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara dan Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dengan mengubah Undang-Undang Nomor 47 Prp Tahun 1960 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara Tengah dan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara, maka Sulawesi dibagi menjadi empat daerah pemerintahan dengan membentuk lagi dua Daerah Tingkat I yaitu Daerah Tingkat I Selawesi Tenggara dan Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah.
Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 47 Prp. Tahun 1960 (Lembaran Negara Tahun 1960 No. 151) yang wilayahnya meliputi empat Daerah Tingkat II.
Penguatan terhadap pembentukan Provinsi Sulawesi Tenggara juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang saat ini telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015, yang mengatur berbagai hal pokok tentang pemerintahan daerah termasuk di Provinsi Sulawesi Tenggara.
Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang serta Kedudukan Keuangan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi sebagaimana telah di ubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2011, menyatakan bahwa Gubernur berkewajiban menyampaikan informasi kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi vertikal yang berada pada wilayah Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara.
Indonesia sudah menggunakan konstitusi Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) yang diamandemen terakhir pada tahun 2002, dengan bentuk negara berupa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan sistem pemerintahan presidensil.
Dengan adanya tuntutan perkembangan saat ini, perlu diadakan pembaharuan terhadap undang-undang yang menjadi dasar pembentukan Provinsi Sulawesi Tenggara. Urgensi pembaruan terhadap Undang-Undang yang menjadi dasar pembentukan Provinsi Sulawesi Tenggara juga sejalan dengan hasil keputusan rapat internal Komisi II DPR RI tanggal 24 Agustus 2020, di mana salah satu hasil keputusan tersebut menyatakan bahwa Komisi II DPR RI akan melakukan pembahasan Rancangan Undang-Undang Kumulatif Terbuka tentang Perubahan Undang-Undang Pembentukan Provinsi, mengingat dasar hukumnya masih menggunakan UU Republik Indonesia Serikat, di mana dalam satu Undang-Undang masih terdapat penggabungan provinsi, yaitu:
- Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1958 tentang Provinsi Kalimatan Barat, Provinsi Kalimatan Selatan, dan Provinsi Kalimatan Timur;
- Undang-Undang Nomor 61 Tahun 1958 tentang Provinsi Jambi, Provinsi Riau, dan Provinsi Sumatera Barat;
- Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Provinsi Bali, Provinsi NTB, dan Provinsi NTT; dan
- Perppu Nomor 2 Tahun 1964 tentang Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Sulawesi Tengah, dan Provinsi Sulawesi Tenggara.
Pada keputusan rapat internal Komisi II DPR RI, menugaskan Badan Keahlian DPR RI untuk menyusun Naskah Akademik dan Draf RUU 12 (dua belas) provinsi tersebut, berdasarkan Surat Nomor LG/075/KOM.II/VIII/2020 tertanggal 25 Agustus 2020.
DPR RI melalui alat kelengkapan Komisi II melakukan inisiatif penyesuaian RUU Provinsi Sulawesi Tenggara. Urgensi penyesuaian RUU Provinsi Sulawesi Tenggara terdapat dua hal:
Pertama, adanya legal vacum terhadap dasar hukum pembentukan Provinsi Sulawesi Tenggara, yang masih menggunakan peraturan perundang-undangan yang sudah diubah dan tidak berlaku lagi, di antaranya: Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) sampai dengan ayat (4); Pasal 18 dan Pasal 20 ayat (5) Undang-Undang Dasar 1945 yang telah diubah dalam amandemen pertama dan amandemen kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selanjutnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pemerintah Daerah juga telah dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015.
Kedua, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 belum memuat materi muatan yang mencerminkan potensi daerah di Provinsi Sulawesi Tenggara. Untuk itu, perlu untuk meninjau kembali pemberlakuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 melalui penyesuaian RUU tentang Provinsi Sulawesi Tenggara yang disertai dengan Naskah Akademik sebagai landasan dalam pembentukan Rancangan Undang-Undang. []
Ilham Q. Moehiddin
Jubir Gubernur Sulawesi Tenggara
*Foto: JGS/Riki © 2021.