GUBERNUR Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) H. Ali Mazi, SH., hadir dan berbicara pada talkshow Governor’s Forum on Energy Transition yang diselenggarakan oleh Dewan Energi Nasional bersama Institute for Essential Services Reform (IESR), di Aula Merah Putih, Rumah Jabatan Gubernur Sultra, Rabu 9 Maret 2022.
Hadir pada kesempatan tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Ir. Arifin Tasrif, dan para gubernur antara lain; Gubernur Jawa Timur Dra. Hj. Khofifah Indar Parawansa, M.Si., Gubernur Sumatera Barat H. Mahyeldi Ansharullah, SP., Gubernur Kalimantan Timur Dr. Ir. H. Isran Noor, M.Si., dan Gubernur Nusa Tenggara Barat Dr. Zulkieflimansyah, SE. M.Sc.
Hadir juga Kadis Pendidikan dan Kebudataan Sultra Drs. Asrun Lio, M.Hum., Ph.D., Asisten I (Pemerintahan dan Kesra) Sekretaris Daerah Sultra Muhammad Ilyas Abibu, SE., MDM., dan Kadis Komunikasi dan Informatika Sultra M. Ridwan Badallah, S.Pd., MM.,
Pemangku Kepentingan Dewan Energi Nasional (APK DEN) Dr. Ir. Musri, MT., Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional Dr. Ir. Djoko Siswanto, MBA., dan Pimpinan Institute for Essential Services Reform (IESR).
Gubernur Ali Mazi menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Dewan Energi Nasional bersama Institute for Essential Services Reform (IESR), yang telah menggelar acara talkshow ini, sembari berharap semoga kegiatan ini dapat menghadirkan output yang berharga dan bermanfaat sebagaimana esensi dari tujuan dan maksud pelaksanaan kegiatan talkshow ini.
Menurut Gubernur Ali Mazi, kondisi Pemanfaatan Energi Primer di Sultra, seperti: Batubara sebasar 84,01 persen, Minyak Bumi 15,98 persen, dan Energi Baru Terbarukan (EBT) 0,016 persen.
Batubara merupakan energi primer tertinggi penggunaannya. Batubara digunakan sebagai energi primer pada beberapa pembangkit PLN dan industri pengolahan pertambangan. Minyak Bumi digunakan oleh beberapa pembangkit PLN dan pemenuhan kebutuhan listrik pada beberapa perusahaan pertambangan yang menggunakan genset. “Pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) berupa pembangkit biomassa pada beberapa perusahaan sawit dan pabrik gula; dan pembangkit EBT lainnya yang dimanfaatkan oleh masyarakat melalui berbagai sumber pembiayaan baik dari pemerintah maupun bantuan pihak lain (akses Korea Selatan),” kata Gubernur Ali Mazi.
[GALERI FOTO] Talkshow Governor’s Forum on Energy Transition
Penggunaan komponen energi tersebut masih sangat jauh dari target bauran energi yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor 2 Tahun 2021 tentang Rencana Umum Energi Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, dimana target yang ditetapkan di tahun 2021, adalah sebagai berikut; untuk penggunaan Batubara sebesar 37 persen, Minyak Bumi 47 persen, Gas Bumi 11 persen, dan EBT 5 persen.
Sedangkan potensi pengembangan EBT di Sulawesi Tenggara masih sangat besar yaitu 5,8 Giga Watt, dan sangat terbuka peluangnya untuk dioptimalkan dengan Panas Bumi 0,32 Giga Watt, Sinar Surya 3,92 Giga Watt, Tenaga Angin 1,41 Giga Watt, Bio Energi 0,15 Giga Watt.
Sektor ketenagalistrikan yang akan dilakukan oleh Pemerintah Daerah Sulawesi Tenggara dalam upaya akselerasi transisi energi. Surat imbauan Gubernur Sulawesi Sulawesi Tenggara kepada industri untuk memanfaatkan Energi Baru Terbarukan sebagai sumber energi atau dapat bekerja sama dengan PT. PLN (persero).
“Pembentukan Forum Energi Daerah yang terdiri dari unsur-unsur terkait sebagai upaya peningkatan koordinasi dan kerjasama dalam pencapaian target bauran energi daerah sesuai kewenangan masing-masing,” ujar Gubernur Ali Mazi.
Akselerasi energi terbarukan di daerah membutuhkan intervensi dari berbagai pihak termasuk pihak swasta dan pelibatan masyarakat, dan surat imbauan Gubernur Sulawesi Tenggara tentang pembangunan instalasi PLTS Atap (rooftop)
Menetapkan Peraturan Gubernur Sulawesi Tenggara Nomor 48 Tahun 2021 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai; Menerbitkan Instruksi Gubernur Sulawesi Tenggara Nomor 024/586 Tahun 2021 tentang Percepatan Implementasi Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Untuk Transportasi Jalan; Mengeluarkan Surat Edaran Gubernur Sulawesi Tenggara Nomor 024/618 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB); dan penyediaan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) oleh PLN yang telah launching pada tanggal 17 Januari 2022.
Transisi Energi Pemerintah Indonesia di Tahun 2022
Memasuki tahun 2022, Kementerian ESDM memaparkan Strategi Transisi Energi Indonesia dalam “Governor’s Forum on Energy Transition”.
Institute for Essential Services Reform (IESR) memandang meski arah Strategi Transisi Energi Indonesia semakin jelas, namun laju transisi energi perlu dipercepat untuk menurunkan emisi GRK serta sejalan dengan jalur Persetujuan Paris untuk menjaga suhu bumi di bawah 1,5 derajat Celcius.
Hanya saja, masih ada beberapa strategi yang dirasa masih tumpang tindih misalnya seperti pemanfaatan Dimethyl Ether (DME), jargas dan kompor induksi untuk menggantikan pemenuhan energi rumah tangga yang seharusnya bisa disusun peta jalan yang lebih fokus.
Pada Peta Jalan Transisi Energi 2021-2030, pemerintah menitikberatkan pada pembangunan Pembangkit Listrik Energi Baru Terbarukan (PLT EBT) yang mencapai 20,9 GW, sementara PLTS atap ditargetkan sebesar 3,6 GW. Pembangunan PLTS akan masif pada tahun 2031-2050 dengan jumlah total sebesar 279,2 GW.
Berdasarkan kajian IESR, Pembangunan Pembangkit Listrik Energi terbarukan justru harus dikebut pada jangka waktu 2021-2030 untuk mencapai Target Bauran Energi Terbarukan, dan mencapai puncak emisi di sektor kelistrikan sebelum 2030. Selain itu, setidaknya perlu peningkatan 14 kali lipat dari jumlah kapasitas energi terbarukan di tahun 2020, dengan sekitar 117 GW berasal dari PLTS dan`23 GW dari pembangkit energi terbarukan lainnya.
Laporan realisasi kapasitas pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) oleh pemerintah hingga tahun 2021 mencapai 11.152 MW. Direktur Eksekutif IESR Ir. Fabby Tumiwa berpendapat, bahwa target penambahan kapasitas pembangkit energi terbarukan selalu di bawah target pemerintah sejak tahun 2019 dan tidak on-track dengan target bauran energi terbarukan yang mencapai 24 GW pada 2025.
“Penyebab rendahnya penambahan pembangkit energi terbarukan bersifat struktural, antara lain: Permen ESDM No. 50/2017 yang membuat proyek pembangkit energi terbarukan tidak bankable, pengadaan pembangkit energi terbarukan (ET) yang tidak dilakukan secara berkala dan terjadwal oleh PLN, minimnya dukungan pembiayaan domestik yang kompetitif, serta keterlambatan realisasi proyek karena pandemi,” kata Fabby Tumiwa.
Menyoroti target investasi sektor energi baru terbarukan di tahun 2022, pemerintah mematok masuknya investasi sebesar 3,9 miliar USD, naik 2,6 kali dari pencapaian investasi sebelumnya sebesar 1,51 miliar USD pada 2021. Meskipun target meningkat hampir tiga kali lipat, jumlah tersebut tergolong kecil untuk mendanai upaya dekarbonisasi sistem energi di Indonesia.
Berdasarkan kajian Indonesia Energy Transition Outlook 2022, investasi energi terbarukan untuk sektor ketenagalistrikan saja membutuhkan nilai sebesar 11,1 miliar USD per tahunnya selama satu dekade ke depan. Beberapa kebijakan dan regulasi energi terbarukan yang seharusnya dirilis tahun lalu, perlu segera difinalkan untuk meningkatkan kepercayaan investor dan iklim investasi energi terbarukan. Investasi energi terbarukan di luar RUPTL PLN, seperti PLTS atap juga perlu didukung penuh agar bisa menarik investasi dari awal tahun ini.
Tidak hanya itu, strategi pemerintah untuk tetap mempertahankan subsidi energi fosil justru akan semakin memperlambat laju transisi energi di Indonesia. Selain menambah beban negara, hal tersebut akan membuat Indonesia lebih mudah terjebak pada krisis energi fosil.
Strategi pemerintah untuk mempercepat upaya transisi energi nasional justru terkendala pada belum disetujuinya Rancangan Perpres Pembelian Energi Terbarukan oleh Menteri Keuangan. Deon berpendapat bahwa perlu ada koordinasi yang strategis antar kementerian untuk mendukung percepatan pencapaian target netral karbon sehingga dukungan regulasi yang dianggap kritikal seharusnya dapat segera terbit dan berjalan efektif.
Selain dari penerbitan regulasi, implementasi yang efektif menjadi penting, namun ini malah sebaliknya. Sebagai contoh, Permen 26/2021 tentang PLTS atap yang seharusnya dapat mendukung pencapaian target PLTS atap 900 MW di tahun 2022 sesuai target KESDM, namun awal tahun ini malah tertahan penerapannya.
Tidak hanya dari segi regulasi, IESR melihat sinergitas target netral karbon antar kementerian juga merupakan hal penting. Mengulas target dan realisasi kendaraan listrik di tahun 2022, Indonesia Energy Transition Outlook 2022 menemukan dua target yang berbeda di dua kementerian. Kementerian Perindustrian berencana memproduksi 750.000 unit LCEV (low Carbon Emission Vehicle), yang terdiri dari mobil listrik dan 2,45 juta unit sepeda motor listrik pada 2030.
Kementerian ESDM menargetkan 2 juta unit mobil listrik dan 13 juta unit sepeda motor listrik pada tahun 2030. Target dan peta jalan yang berbeda dalam pengembangan kendaraan listrik akan menyulitkan dalam melihat upaya yang koheren dan konsisten dari pemerintah untuk meningkatkan penetrasi kendaraan listrik di dalam negeri.
Peta jalan kendaraan listrik nasional yang terintegrasi dan dirancang dengan baik harus dibuat. Keselarasan antara peta jalan Electric Vehicle (EV) Kementerian Perindustrian dan Kementerian ESDM misalnya, selain meningkatkan keyakinan pemain EV, juga dapat memaksimalkan manfaat ekonomi bagi Indonesia berupa value chain industri yang terbentuk dari proses transisi dari kendaraan Internal Combustion Engine (ICE) ke Electric Vehicle. []
Ilham Q. Moehiddin
Juru Bicara Gubernur Sultra
*Foto: JGS/Ari Ardiansyah © 2022