GUBERNUR Sulawesi Tenggara (Sultra), H. Ali Mazi, SH., menyatakan dukungannya terhadap RUU Daerah Kepulauan yang diusulkan DPD RI. Dukungan tersebut disampaikan Gubernur Ali Mazi saat audiensi dengan Wakil Ketua I DPD RI Letnan Jenderal TNI Mar (Purn.) Dr. Nono Sampono, S.Pi., M.Si., di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen MPR/DPR-DPD, Senayan, Jakarta, Rabu 15 September 2021.
Dalam kunjungan ke DPD RI itu, Gubernur Ali Mazi didampingi Asisten bidang Pemerintahan dan Kesejateraan Rakya, Sekretariat Daerah Pemprov. Sulta Muh. Ilyas Abibu, SE., MDM., dan Kepala Biro Pemerintahan Abdillah Zuchri Joenoes, SH.
Menurut Gubernur Ali Mazi, sebagai daerah kepulauan, Sultra amat berkepentingan dengan lahirnya undang-undang tersebut. Gubernur Ali Mazi berharap pembahasan RUU Daerah Kepulauan tersebut bisa dapat segera dirampungkan
“Saya sudah berkirim surat ke DPR RI. Kalau tidak salah bulan Agustus suratnya dikirimkan. Kami sangat berkepentingan dengan RUU tersebut,” tutur Gubernur Ali Mazi.
Sulawesi Tenggara merupakan provinsi kepulauan yang memiliki 650 pulau, dengan 530 pulau telah memiliki nama atau sebutan, dan 80 pulau telah dihuni. Gubernur Ali Mazi mengaku, Pemprov Sultra telah menyusun grand desain Akselerasi Pembangunan Daratan dan Lautan/Kepulauan.
“Sudah tertuang juga di RPJMD Sultra 2018-2023. Maka, kami ingin pembahasan RUU ini dipercepat sehingga bisa segera disahkan dan diimplementasikan,” kata Gubernur Ali Mazi.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua I DPDRI Nono Sampono, menegaskan siap untuk melanjutkan pembahasan RUU tersebut. Sesuai fungsinya, DPD RI merupakan perwakilan daerah dan akan memperjuangkan kepentingan daerah di tingkat Nasional.
“Kami akan segera koordinasikan agar RUU ini segera dibahas. Sejak awal, DPD RI ini merupakan saluran aspirasi daerah. Dan saya sebagai Wakil Ketua siap memperjuangkan aspirasi yang disampaikan sepanjang untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat di daerah,” kata Wakil Ketua I DPDRI Nono Sampono.
Lanjut Wakil Ketua I DPDRI Nono Sampono, bahwa bukan tanpa alasan RUU tersebut diajukan oleh DPD RI. Sebab jika telah disahkan, maka undang-undang tersebut nantinya akan menjadi legitimasi bagi daerah-daerah kepulauan. “Indonesia ini kan negara kepulauan. Maka saya menilai RUU ini amat penting untuk mewujudkan kepastian hukum terkait pengaturan kebijakan afirmasi bagi daerah kepulauan.
Wakil Ketua I DPDRI Nono Sampono tak menampik jika selama ini, kebijakan pembangunan yang diterapkan di daerah kepulauan seolah-olah disamakan dengan daerah daratan. Padahal, pendekatan pembangunan di daratan dan kepulauan semestinya memiliki treatment berbeda.
“Antara daratan dan kepulauan itu memiliki karakteristik yang jauh berbeda. Jadi, pendekatan pembangunannya juga berbeda. Pada titik ini RUU tersebut menjadi penting untuk dibahas. Karena apa, ini berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat di kepulauan,” ujar Wakil Ketua I DPDRI Nono Sampono.
Sementara itu, Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI, Dr. Badikenita Putri Sitepu, SE, M.Si., sependapat dengan Wakil Ketua I DPDRI Nono Sampono, yang menilai bahwa RUU tersebut penting untuk segera disahkan. “Saya kira ini memang mendesak untuk segera dibahas dan disahkan,” kata Badikenita Putri Sitepu.
Demikian halnya dengan anggota DPD RI yang lain. Mereka menilai RUU tersebut merupakan formulasi khusus untuk mengatur wilayah kepulauan di Indonesia yang sifatnya mendesak.
Pada kesempatan itu, selain Letnan Jenderal TNI Mar (Purn.) Dr. Nono Sampono, S.Pi., M.Si., (Dapil Maluku; Wakil Ketua I DPD RI) dan Dr. Badikenita Putri Br. Sitepu, SE, M.Si. (Dapil Sumatera Utara; Pimpinan PPUU DPD RI), hadir pula H. Bustami Zainudin, S.Pd, MH. (Dapil Lampung), dan Dr. Richard Hamonangan Pasaribu, B.Sc., M.Sc (Dapil Kepulauan Riau).
H. Fachrul Razi, M.I.P. (Dapil D.I. Acah; Pimpinan Komite I); Dr. H. MZ. Amirul Tamim, M.Si. (Dapil Sultra); Drs. H. Achmad Hudarni Rani, SH. (Dapil Bangka Belitung) Ir. H. Achmad Sukisman Azmy, M.Hum. (Dapil NTB); Angelius Wake Kako, S.Pd., M.Si. (Dapil NTT); dan Novita Anakotta, SH, MH (Dapil Maluku).
Dorong RUU Daerah Kepulauan
Menurut Gubernur Ali Mazi, RUU Daerah Kepulauan menjadi penting, dengan formulasi dana perimbangan yang lebih adil untuk daerah yang wilayahnya mayoritas laut. Apabila RUU itu disahkan, kata Gubernur Ali Mazi, maka pemerintah daerah kepulauan bisa memiliki dana yang memadai untuk memaksimalkan pembangunan.
Tampaknya DPR RI masih akan lama membahas RUU Daerah Kepulauan, karena sejumlah RUU masih dalam daftar antrian. DPRRI masih menyelesaikan pembahasan tingkat pertama untuk tujuh RUU di Masa Persidangan I Tahun Sidang 2021-2022.
Ketujuh RUU tersebut adalah RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP); RUU Penanggulangan Bencana; RUU Perubahan Kelima atas Undang Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; RUU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; RUU Jalan, RUU Badan Usaha Milik Desa, dan RUU Sistem Keolahragaan Nasional.
DPR RI akan mempersiapkan pembahasan RUU lainnya yang telah menjadi komitmen bersama —DPR RI dan Pemerintah— di dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2021.
Sembilan Substansi RUU Daerah Kepulauan
RUU Daerah Kepulauan perlu segera disahkan menjadi UU karena daerah kepulauan memiliki karakteristik berbeda dengan daerah lain.
DPD RI membentuk Tim Khusus RUU Daerah Kepulauan sebagai langkah DPD mendorong DPR RI bersama Pemerintah mempercepat pembahasan RUU tersebut.
Rancangan Undang-Undang Daerah Kepulauan, penting untuk segera disahkan menjadi UU karena daerah kepulauan memiliki karakteristik berbeda dengan daerah lain.
Hal ini mengingat UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, belum berpihak pada wilayah kepulauan, terutama terkait dengan alokasi transfer anggaran dari pusat kepada daerah yang didasarkan pada jumlah penduduk.
Karakteristik daerah kepulauan sangat berbeda dengan daerah lain. Misalnya, dari sisi aspek ekonomi dan bisnis, pola distribusi barang dan lainnya. Di wilayah kepulauan yang dihadapi adalah masalah-masalah biaya barang dan jasa yang dipicu sektor transportasi dan infrastruktur yang berdampak pada tingkat kesejahteraaan masyarakat.
Ada sembilan substansi dalam Rancangan Undang-undang Daerah kepulauan yang telah diinisiasi DPD RI, dan masuk dalam daftar Prolegnas 2021.
Sembilan substansi tersebut, Pertama, paradigma pembangunan maritime based, selain paradigma land based yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Faktanya, Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia.
Kedua, jaminan pemenuhan kebutuhan fisik dasar dan perlindungan dari cuaca buruk ekstrem (termaktub dalam Pasal 37 ayat 2).
Ketiga, layanan pendidikan dasar dan menengah serta kesehatan yang ditanggung negara. Keempat, pendanaan khusus melalui dana khusus kepulauan. Kelima, Dana Khusus Kepulauan (DKK) dengan besaran minimal 5 (lima) persen dari dana transfer umum yang berasal dari dana alokasi umum dan dana bagi hasil, seperti diatur dalam pasal 30.
Keenam, penerbitan Izin Usaha Perikanan Tangkap, Izin Pengadaan Kapal Tangkap Ikan, Pendaftaran Kapal Tangkap untuk bobot kapal di atas 30-60 gross tonase, dan Izin Usaha Pemasaran Serta Pengolahan Hasil Perikanan Lintas Daerah Kepulauan, yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi kepulauan.
Ketujuh, kewenangan dalam bidang energi dan sumber daya mineral. Kedelapan, kewenangan dalam bidang perdagangan antar pulau skala besar. Kesembilan, Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT) yang merupakan Aset Strategis Nasional sebagai penguat kedaulatan NKRI.
Karena urusan lain yang mendesak, Ketua DPD RI, Ir. H. A.A. La Nyalla Mahmud Mattalitti, datang setelah audience usai. Gubernur Ali Mazi menyempatkan diri berbincang sejenak sebelum meninggalkan Kompleks Parlemen MPR/DPR-DPD, Senayan. []
Ilham Q. Moehiddin
Juru Bicara Gubernur Sultra
*Foto: JGS/Frans Patadungan © 2021.