DITEMANI oleh Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) H. Ali Mazi, SH., Rabu 31 Maret 2021, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Republik Indonesia Bahlil Lahadalia berkunjung ke Konawe Selatan dalam rangka melihat kinerja PT. Bintang Smelter Indonesia (BSI).
PT. BSI adalah anak usaha PT. IFISDECO, yang bergerak di bidang pemurnian bijih nikel (smelter) dengan total ekspor mencapai ± 3.600.000 MT. Sejak tahun 2019, PT. BSI telah menandatangani kemitraan strategis dalam membangun dua jalur tambahan Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) untuk meningkatkan produksi Ferronickel (FeNi).
Penggunaan teknologi RKEF itu disambut baik oleh BPKM. Menurut Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, perubahan teknologi dengan menggunakan RKEF akan membuat produksi lebih efisien. “Investasi yang dijalankan PT BSI ini, dapat diadopsi para investor lokal karena nilai investasinya tidak terlalu besar dan teknologinya tidak terlalu rumit,” tutur Bahlil Lahadalia.
[GALERI FOTO] Kunjungan Kerja Kepala BKPM-RI di Konawe Selatan
Ada sekian masalah efisiensi yang membuat investor lokal urung berinvestasi di sektor pemurnian logam. Tetapi, untuk mengetahui permasalahan investasi yang dihadapi itu, salasatu cara paling baik adalah dengan mendatangi perusahaan dan melihat langsung ke lapangan.
“Sekarang calon investor di Sultra atau di Indonesia, kurang tertarik membangun smelter. Padahal ini prospeknya besar. Teknologi RKEF bisa diadopsi. Saya lihat masalahnya adalah kokas. Kokasnya diubah menjadi listrik. Masalah besarnya hanya di situ saja. Ketika terjadi perpindahan, efisiensi pasti akan terjadi,” kata Kepala BKPM Bahlil Lahadalia.
Pembenahan tata ruang usaha pertambangan perlu dilakukan. Dengan menggandeng pengusaha lokal, investor akan mendapat kemudahan. “Kalau tidak, mungkin Bupati akan berpikir dua kali untuk mengubah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW),” kata Kepala BKPM Bahlil Lahadalia.
Pelibatan Pengusaha Lokal
Kepala BKPM Bahlil lahadia menegaskan, setiap investasi yang masuk ke daerah, tidak hanya akan berdampak kepada Pertumbuhan Ekonomi Nasional, tetapi juga ada ruang untuk pengusaha lokal agar bisa berkolaborasi.
“Jangan A sampai Z dikelola oleh perusahaan investasi saja, nggak boleh. Harus melibatkan perusahaan daerah, pengusaha lokal yang profesional dan memenuhi syarat. Bukan pengusaha lokal yang cuma modal proposal,” kata Bahlil Lahadalia.
Tekad Kepala BKPM Bahlil Lahadalia untuk efisiensi perizinana dan pelibatan pengusahan lokal, disambut baik oleh Gubernur Ali Mazi. Menurut Gubernur Ali Mazi, sebagai sebuah petunjuk, kebijakan Kepala BKPM tersebut patut ditindak lanjuti.
“Sebagaimana disampaikan Kepala BKPM, maka Pemprov juga bertekad akan mendorong para pengusaha lokal untuk bekerja sama dengan pihak investor. Kolaborasi ini semata-mata dilakukan untuk menciptakan lapangan kerja. Yang tidak efisien menjadi efisien, atau belum jalan akan diberikan izin,” kata Gubernur Ali Mazi.
Presiden Direktur PT. BSI Konawe Selatan, Sudarno mengucapkan terimakasih atas kunjungan Kepala BKPM RI dan Gubernur Ali Mazi ke lokasi PT. BSI di Kecamatan Tinanggea, Konawe Selatan.
Menurut Sudarno, kunjungan kedua penentu kebijakan ini, merupakan bentuk dukungan pemerintah dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif. “Kunjungan seperti ini akan mengundang akan lebih banyak investor untuk menanamkan investasi di Kawasan Industri Tinanggea (KIT),” ujar Sudarno.
Mengenai PT. BSI
PT. BSI (PT Bintang Smelter Indonesia) adalah anak perusahaan PT. IFISDECO (IFSH) yang memfokuskan diri di bidang pertambangan bijih nikel. Didirikan pada tahun 2014, PT. BSI.
Dalam bidang pertambangan, PT. IFISDECO bukan pemain baru. Perusahaan ini bahkan terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan kode saham (IFSH). Pada tahun 1992, PT IFISHDECO mengakuisisi lahan di Tinanggea, Konawe Selatan, untuk berinvestasi dalam pengembangan perkebunan mete. Investasi ini sempat terhenti di tahun 1999. Namun di tahun 2004, PT IFISHDECO masih berkeinginan melanjutkan pengembangan perkebunan mete. Karena kondisi keasaman tanah yang terlalu tinggi, upaya PT. IFISDECO kembali gagal di tahun 2005.
Pada tahun 2008, diketahui lahan konsesi perkebunan tersebut mengandung mineral nikel. Sebagai perusahaan yang juga berbasis pertambangan, PT. IFISDECO kemudian mengajukan pengubahan ijin usaha dari usaha perkebunan menjadi usaha pertambangan berupa Kuasa Eksplorasi Penambangan/Eksplorasi KP No:2249 tahun 2009, yang pada 2010 ditingkatkan menjadi Izin Usaha Penambangan Operasi Produksi No:1321 tahun 2010.
Setahun kemudian, pada tahun 2011, PT. IFISDECO memulai kegiatan produksi dan melakukan penjualan bijih nikel pertamanya pada 2012 dengan total ± 550.000 MT. Perkembangan usahanya kian besar, sehingga pada tahun 2013, PT. IFISDECO menjadi eksportir bijih nikel terbesar ke Cina dengan total ekspor ± 3.600.000 MT.
PT. BSI mengubah statusnya dengan Act N0. 12 tanggal 16 Mei 2013 yang dibuat di hadapan notaris, agar menjadikan perusahaan itu aktif dalam bisnis penambangan nikel, berupa pemrosesan dan produk olahan (pemurnian bijih nikel).
Ekspor bijih nikel bukan satu-satunya pilihan yang dapat dilakukan PT. IFISDECO, sehingga pada tahun 2014, perusahaan ini mulai mengajukan ijin pembangunan smelter nikel dan membangun dua Blast Furnace melalui anak usahanya, PT Bintang Smelter Indonesia (PT. BSI) dengan target kapasitas produksi tahunan sebesar 40.000 MT.
Di tahun itu pula, perusahaan mulai mendukung Peraturan Pemerintah Indonesia No. 4 tahun 2009 yang menyatakan bahwa bijih nikel yang tidak diproses, dilarang dari pasar ekspor dan harus diproses secara lokal di Indonesia untuk pengembangan industri pengolahan hilir.
Dari total 2.580 Ha lahan konsesi IFSH, dicadangkanlah 70 Ha lahan untuk pengembangan PT. BSI. Lokasi lahan tersebut berjarak sekitar 15 Km dari konsesi pertambangan, sehingga memungkinkan pula memperpendek jarak untuk transportasi bijih nikel.
PT BSI mengajukan Izin Lisensi Peleburan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia, dan pada tahun 2014 lisensi tersebut disetujui dengan masa berlaku 20 tahun sejak tanggal penerbitan. Manajemen PT. BSI memutuskan menambah investasi dalam dua Lines of Blast Furnace dengan kapasitas produksi tahunan mencapai 40.000 Nickel Pig Iron (NPI) dan konstruksi smelter dimulai pada tahun itu juga.
Pada tahun 2015, Pemerintah Indonesia melarang ekspor bijih nikel untuk mempromosikan pengembangan dan investasi bisnis hilir, sehingga PT. BSI hanya melakukan penjualan bijih nikel olahannya di dalam negeri.
Pemerintah Indonesia melonggarkan larangan ekspor bijih nikel hingga tahun 2022 bagi perusahaan yang telah memenuhi kewajibannya untuk investasi bisnis hilir berdasarkan laporan kemajuan, dan kebijakan itu disambut PT. BSI sepanjang tahun 2017, dan pada tahun 2018, PT. BSI menerima kuota ekspor 992.000 MT. Di tahun itu pula, PT BSI menyelesaikan pembangunan dua Lines Blast Furnace dan memulai commissioning satu Line Blast Furnace pada Q4-2018 untuk produksi Nickel Pig Iron (NPI).
Karena pada tahun 2019 PT. BSI menandatangani kemitraan strategis untuk membangun dua jalur tambahan Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) bagi produksi Ferronickel (FeNi), maka pemerintah pun memberikan tambahan kuota ekspor kepada PT. BSI, sehingga mencapai total 2.500.000 MT. PT. BSI pun akhirnya melakukan pengiriman produksi Nickel Pig Iron (NPI) pertamanya ke Trafigura (Singapura).
Usaha patungan dengan mitra strategis pun ditandatangani PT. BSI untuk pengembangan dua Rotary Kiln Electric Furnace tambahan dengan kapasitas produksi tahunan 120.000 MT bagi produksi Feronikel Paduan (FeNi), dan sekaligus menandatangani Perjanjian Pembelian Daya (PPA) untuk 100 Megawatt dengan PT Perusahan Listrik Negara (PLN).
Potensi Investasi Sulawesi Tenggara
Pada Oktober 2020 lalu, Gubernur Ali Mazi menawarkan sejumlah potensi investasi di bidang kepariwisataan, perikanan, pertanian, dan pertambangan kepada Kepala BKPM-RI, Bahlil Lahadalia.
Saat itu, Gubernur Ali Mazi menyatakan, bahwa selain Wakatobi yang telah dimasukkan dalam 10 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) dan sebagai salah satu penerima serta pengelola Proyek Prioritas Strategis (senilai total Rp161 triliun), maka gugus pulau Labengki juga potensial dikembangkan. Gugus pulau Labengki di Konawe Utara itu serupa Gugus Pulau Raja Ampat di Provinsi Papua.
“Labengki dengan segala potensinya itu sangat siap dikembangkan. Bersama BKPM-RI, Pemprov Sultra siap bekerja sama untuk keragaman potensi luar biasa yang bisa kita kembangkan di Timur Indonesia,” kata Gubernur Ali Mazi.
Sejumlah lokasi pariwisata seperti Wakatobi, Labengki Konawe Utara, Padamarang Kolaka, Keraton Buton, Wawoni’i, Atol Sagori Kabaena, dan lainnya, Jalan Pariwisata Kendari – Toronipa Konawe yang sedang dirampungkan akan selesai keseluruhan pada 2021.
Gubernur Ali Mazi berkeinginan BKPM-RI dapat hadir dalam pengembangan potensi yang akan ikut berkembang dengan hadirnya hub Kendari–Toronipa. Menurut jadwal, Jalan Pariwisata Kendari – Toronipa akan diresmikan oleh Presiden RI Joko Widodo.
Ditambahkan oleh Gubernur Ali Mazi, jika hendak membangun kepariwisataan, maka polanya akan berjalan sangat baik dengan dukungan infrastruktur transportasi udara bertaraf Internasional. Sehingga, melalui rekomendasi BKPM-RI, dipandang sangat perlu meningkatkan status sejumlah bandara di Sulawesi Tenggara.
Dijelaskan Gubernur Ali Mazi, “sudah sejak tahun 2005, saya mengusulkan agar Bandara Haluoleo dijadikan Bandara Embarkasi Haji. Lambannya pemenuhan permintan tersebut karena Bandara Haluoleo belum berstatus internasional.”
Sulawesi Tenggara juga telah mencadangkan 180 hektar lahan untuk pembangunan Kawasan Industri Perikanan Terpadu (KIPT) di Pasarwajo, Kabupaten Buton. Peluang besar tersebut diperoleh saat Gubernur Ali Mazi memimpin delegasi Sultra ke Washinton D.C., dan New York, Amerika Serikat. Kunjungan tersebut difasilitasi oleh RARE Indonesia.
Di hadapan para investor perikanan Amerika Serikat, Gubernur Ali Mazi memaparkan potensi Tuna di perairan Sulawesi Tenggara, sebagai perairan penghasil Tuna terbaik dan terbanyak di Indonesia saat ini.
Para investor sangat mendukung dan menyatakan kesediaannya berinvestasi di KIPT Sultra. Sebelum bertandang di dua kota di Amerika Serikat, konsep KIPT telah dipresentasikan kepada Bappenas RI. “Sehingga penting pula untuk mendapat dukungan BKPM-RI. Jika semua pihak memberi dukungan dan memfasilitasi, maka percepatan pembangunan KIPT dapat segera diwujudkan,” terang Gubernur Ali Mazi.
Terkait besarnya potensi sektor pertambangan di Sultra, kepada Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, Gubernur Ali Mazi telah meminta koordinasi yang lebih intensif mengenai pemanfaatan perizinan, sekaligus konkrisitas permasalahannya.
Kantor Dinas Penanaman Modal – Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-KTSP) Prov. Sultra telah melakukan koordinasi dengan BKPM-RI terkait dari 97 izin pembangunan smelter yang telah diterbitkan, hanya empat yang telah mengaktifkan perizinannya saat ini. Keempat smelter tersebut adalah; PT. Aneka Tambang (PTAT); PT. Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI); PT. Obsidian Stainless Steel (OSS); dan PT. Bintang Smelter Indonesia (BSI).
Kepala BKPM-RI, Bahlil Lahadalia akan segera menuntaskan sekian persoalan teknis yang disampaikan oleh Gubernur Ali Mazi. []
Ilham Q. Moehiddin
Jubir Gubernur Sulawesi Tenggara
*Foto: JGS/Frans Patadungan © 2021.