Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara H. Ali Mazi, SH., mengkonfirmasi rencana Pemerintah Pusat membangun RSJ di Provisi Sulawesi Tenggara. Gubernur Ali Mazi, mengatakan Sultra masih belum memiliki RSJ atau rumah sakit khusus kesehatan jiwa yang layak.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia (Menko PMK) Prof. Dr. Muhadjir Effendy, M.A.P., mengatakan, pemerintah akan memberikan perhatian khusus terhadap beberapa provinsi yang masih belum mempunyai Rumah Sakit untuk Orang Dengan Gangguan Jiwa (RSuODGJ). Ini dikatakan Menko Muhajir Effendy dalam video konferensi dengan Gubernur di enam propinsi di Indonesia, antara lain: Sulawesi Tenggara, Papua Barat, Sulawesi Barat, Gorontalo, Kalimantan Utara, dan Kepulauan Riau.
“Presiden Joko Widodo telah memerintahkan agar kementerian terkait segera membangun RSuODGJ,” ujar Gubernur Ali Mazi.
Gubernur Ali Mazi didampingi oleh Direktur RSJ Kendari dr. H. Abdul Razak, S.Ked, M.Kes., Asisten II Setda Prov. Sulawesi Tenggara Drs. Suharno, M.TP., Kadis Komunikasi dan Informatika Prov. Sultra M. Ridwan Badallah, S.Pd., M.M., dan sejumlah staf.
Menko Muhadjir Effendy telah memiliki data mengenai fasilitas dan sejumlah RSuODGJ di enam wilayah tersebut. Selain nantinya akan bekerjasa dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terkait, sehingga pasien akan dimasukan sebagai peserta.
Gubernur Ali Mazi menyambut baik rencana Pemerintah Pusat untuk membangun Rumah Sakit Jiwa atau Pusat Rehabilitasi Gangguan Mental (RSGM) di untuk Provinsi Sulawesi Tenggara. Tetapi, menurut Gubernur Ali Mazi, Sultra walau sudah berusia 30 tahun, Sultra sudah memilii RSJ. “Walau kondisinya kini tidak representatif lagi karena selain memiliki kekurangan fasilitas, usianya juga sudah tua,” kata Gubernur Ali Mazi.
Tetapi dibanding lima provinsi lainnya, kondisi Sultra jauh lebih baik. “Sultra sudah memiliki Rumah Sakit untuk pasien dengan gangguan jiwa. Sultra sejak 35 tahun lalu sudah memiliki RS. Jiwa Prov. Sultra, bertipe B, dan terletak di Kota Kendari, sejak tahun 1986. Jika diinginkan Pemerintah Pusat, Sultra masih dapat menyediakan lahan baru untuk lokasi pembangunan RSJ baru. Gedung RSJ lama akan difungsikan sebagai rumah sakit untuk melayani masyarakat di wilayah Kendari bagian Selatan yang kian padat.
Karena usianya, gedung RSJ Prov. Sultra sudah berkurang kelayakan pakainya. Sejak usai dibangun 35 tahun lalu, sebagian bangunan hanya pernah sekali mengalami rehabilitasi ringan, berupa perbaikan bagian yang keropos.
Di RSJ Prov. Sultra terdapat 39 unit bangunan fisik, yang seluruhnya berusia sama: 20 bangunan untuk unit pelayanan, dan 19 bangunan unit penunjang.
Secara keseluruhan, kondisi fisik bangunan RSJ terdiri dari tiga kategori, yakni; beberapa gedung pelayanan Sudah Rusak Berat, beberapa gedung pelayanan Kapasitasnya Sangat Terbatas dan tidak dapat ditingkatkan lagi, dan beberapa jenis pelayanan Tidak Memiliki Gedung.
Sedangkan luas lahannya yang hanya 12 Ha., baru dapat terpakai dan menampung bangunan seluas 6 Ha.
Jumlah penduduk Sultra yang sekitar 2.624.875 juta jiwa. Berdasarkan RISKESDAS 2018, presentase ODGJ (depresi) di Sultra berjumlah 6,3% atau sekitar 165.367 jiwa; Zhizofrenia atau gangguan jiwa berat berjumlah 5,6 per mil (14.699 jiwa).
Jumlah ODGJ yang dilayani RSJ Prov. Sultra (2020); 11.169 jiwa dirawat jalan; dan 1.014 jiwa dirawat inap.
Di tahun 2021, kunjungan untuk rawat jalan per hari, rata-rata berjumlah 100 orang, dan pasien rawat inap per bulan berjumlah 170 orang.
RSJ Prov. Sultra melayani: 15 layanan Intramural (UMP) dan tiga layanan Ekstramural (UMP = Keswamas), dengan total tenaga kesehatan berjumlah 345 orang, yang terdiri dari Nakes Struktural berjumlah 17 orang; Nakes JFT berjumlah 146 orang; Nakes JFU berjumlah 75 orang, dengan tenaga kesehatan tambahan 28 (honorer) dan 81 (mengabdi).
Tidak ada panti sosial untuk Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) dan diperparah dengan pembiaran pasien oleh keluarga dan penolakan masyarakat, maka dibutuhkan RSuODGJ yang memenuhi syarat dan standar kesehatan jiwa. “Ini yang menyebabkan pasien jiwa sulit dipulangkan,” ucap Menko Muhadjir Effendy.
Sebanyak enam provinsi di Indonesia masih belum memiliki RSuODGJ atau RS khusus menangani masalah kesehatan akibat gangguan kejiwaan. Menko Muhadjir Effendy mengatakan bahwa Pemerintah Pusat akan memberikan perhatian khusus terhadap beberapa provinsi yang masih belum mempunyai RSuODGJ.
Akan diberi solusi untuk masalah sebagian pasien yang dilaporkan tidak ditanggung pembiayaannya akibat belum terdaftar dalam kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Hal ini akan langsung dikoordinasikan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Di lain sisi, Menko Muhadjir Effendy menekankan untuk penguatan terhadap pelaksanaan testing, tracing, treatment (3T), ia juga meminta agar diperketat pendisiplinan Protokol Kesehatan (Prokes).
Kontribusi Ikatan Profesi
Sebelumnya, Kepala Staf Presiden Moeldoko mengirimkan surat kepada Menkes Budi Gunadi Sadikin terkait dengan pembangunan rumah sakit jiwa di enam provinsi di Indonesia.
Surat tersebut merupakan tindak lanjut dari aduan Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) soal tidak adanya rumah sakit jiwa (RSJ) di sejumlah provinsi seperti Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua Barat, Sulawesi Barat, Kalimantan Utara, dan Kepulauan Riau.
Tidak adanya RSJ yang layak di enam provinsi tersebut menghambat penanganan korban pelanggaran HAM yang mengalami depresi berat. Ketersediaan akses dan mutu sumber daya kesehatan jiwa masih terbatas.
Per 2019, baru ada 51 RSJ di Indonesia dengan rasio tempat tidur untuk rawat inap hanya 3,3-4 per 100.000 penduduk. Di luar RSJ, baru 32,5 persen RSU yang menyediakan poliklinik jiwa.
“Pada intinya kami menyadari bahwa diperlukan kerja bersama lintas sektor untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut,” tegasnya.
Pemerintah juga mendorong kontribusi ikatan profesi dan mitra non-pemerintah seperti HIMPSI dalam melakukan upaya percepatan, serta monitoring dan evaluasi pelaksanaan pelayanan kesehatan jiwa di Indonesia. Selain itu, penguatan implementasi UU Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa perlu dikawal bersama-sama.
“Termasuk dalam hal penyusunan peraturan turunan UU tersebut dan pelaksanaan amanat UU di antaranya yang krusial adalah pembentukan pusat penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan teknologi kesehatan jiwa,” jelas Menko Muhadjir Effendy.
Ditegaskan kembali peningkatan perlindungan kesehatan, termasuk kesehatan jiwa, merupakan salah satu strategi dari Pemerintah Pusat untuk dapat menciptakan sumber daya manusia yang unggul. Oleh karena itu, sudah menjadi fokus dan perhatian bagi pemerintah untuk dapat meningkatkan pelayanan kesehatan, termasuk kesehatan jiwa.
“Hal ini juga sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo, terutama akibat adanya pandemi Covid-19 bahwa sudah seharusnya pelayanan kesehatan jiwa masyarakat dapat lebih mendapat perhatian. Karena situasi pandemi tidaklah mudah bagi kita semua,” pungkas Menko Muhadjir Effendi dalam konferensi video tersebut. []
Ilham Q. Moehiddin
Juru Bicara Gubernur Sultra
*Foto: JGS/Frans Patadungan © 2021.