SEBELUM MEMBANGUN isu dalam tuntutan yang disampaikan, ada baiknya memeriksa dengan saksama sejumlah mekanisme terkait Pelaksanaan Anggaran Penanganan Pandemi Covid-19, Regulasi Pengelolaan Anggaran Pemerintah Daerah, dan terakhir Alur Pemeriksaan Penggunaan Anggaran Daerah oleh Inspektorat Daerah, BPK, BPKP, serta Mekanisme Pelaporan Pelanggaran Penggunaan Anggaran kepada KPK.
Menurut sejumlah pihak, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) dinilai tidak transparan terkait penggunaan alokasi anggaran sebesar Rp470 miliar yang di-refocusing untuk penanganan Covid-19 di Sultra. Tidak hanya itu, telunjuk pihak-pihak tersebut, juga mengarah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sultra. Panitia Khusus (Pansus) bentukan DPRD Sultra dituding tidak bekerja dan belum sekalipun menyampaikan hasil pemeriksaannya kepada publik.
Seperti belum merasa cukup, para pihak itu juga menduga bahwa informasi penggunaan dana Covid-19 yang sempat dipublikasi melalui beberapa media, merupakan upaya Pemprov Sultra untuk mengaburkan isu tidak terdistribusinya anggaran Covid-19.
Sejumlah isu yang disampaikan itu, sesungguhnya, tidak esensial, cukup jauh dari pokok persoalan; Penggunaan Anggaran Refocusing Covid-19. Percepatan penanganan pandemi Covid-19 masih sedang berlangsung, tetapi para pihak ini seolah abai dengan protokol kesehatan yang dapat kian memperluas penyebaran virus.
Selain transparansi Anggaran Refocusing Covid-19 yang dipersoalkan, juga bantuan dari berbagai lembaga baik BUMN atau perusahaan swasta.
Sesungguhnya dua subyek itu, secara teknis, berbeda, namun memiliki tujuan sama; menjadi stimulan bagi publik agar mampu bertahan dari dampak (sosial dan ekonomi) akibat pandemi yang berkepanjangan.
Sampai detik ini, selain percepatan penanganan pandemi Covid-19 masih sedang berlangsung, juga dibarengi dengan penanganan ekonomi daerah dan nasional. Dua fokus ini yang menjadi perhatian penting dan penanganan serius oleh Pemprov Sultra, serta Pemda di 17 Kab./Kota.
Sesungguhnya, kecemasan publik Sulawesi Tenggara mengenai penggunaan dana refocusing dan mekanisme pelaporannya, adalah suatu kewajaran. Publik merasa memiliki tanggung jawab dalam mengawal penggunaan uang negara (bukan uang rakyat,—red.) dalam bentuk apapun. Di sisi lain, Pemerintah Pusat melalui kementerian/lembaga yang bertugas mengkoordinir memerangi pandemi, juga memiliki tanggung jawab penuh untuk memutus penyebaran dan mengakhiri daur pandemi, sehingga Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)—yang bergerak lamban—dapat diefektifkan dan dipercepat.
Dua kepentingan positif yang sedang berjalan beriringan.
Sejatinya, dua fungsi pokok dalam Penanganan Pandemi Covid-19 yang seluruh pelaksanaannya bertopang sepenuhnya pada peraturan perundangan yang berlaku, sebagaimana disyaratkan Pemerintah Pusat melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Sejumlah badan pemeriksa dan pengawas, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sultra, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sultra, Inspektorat Daerah (Irda) Prov Sultra, Kepolisian Daerah Sultra, Kejaksaan Tinggi Sultra, dan KPK-RI, juga secara terus menerus melakukan pengawasan pada pelaksanaan dan penggunaan dana refocusing tersebut. Sehingga publik tidak perlu begitu mencemaskan apa yang kemudian diduga sebagai “tidak transparan” dan “pengaburan isu” tersebut.
Alur Unik dan Efektif
Dalam kasus-kasus yang melibatkan penyalahgunaan anggaran, pelaporannya memiliki alur yang unik dan efektif. Hasil pemeriksanaan keuangan oleh BPK, BPKP, serta Irda —dalam pengertian terjadinya suatu pelanggaran— dapat langsung dilaporkan kepada kepolisian (daerah) dan kejaksanaan (daerah), serta ke KPK oleh masing-masing lembaga di atas.
Dua hal perlu dan penting diketahui terkait Regulasi Pengelolaan Anggaran Pemerintah Daerah untuk Refocusing Pandemi Covid-19 (pertama), dan Mekanisme Pelaksanaan Penggunaan Anggaran Refocusing Pandemi Covid-19 (kedua).
Kedua hal utama ini harus diketahui alurnya agar publik tidak terjebak dalam prasangka dan tuduhan yang tidak relevan dan berdasar, sehingga pada akhirnya nanti, Pemerintah Daerah atau Pemerintah Pusat mempublikasikan Laporan Penggunaan Keuangan Negara dalam Penanganan Covid-19.
Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Penanganan Pandemi Covid-19
Untuk penanganan pandemi Covid-19, pemerintah berwenang untuk melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN, yang anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut belum tersedia atau tidak cukup tersedia, menentukan proses dan metode pengadaan barang/jasa, serta melakukan penyederhanaan mekanisme dan simplifikasi dokumen di bidang keuangan negara.
Dalam rangka pengaturan mengenai pelaksanaan anggaran atas tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN tersebut, Menteri Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 43/PMK.05/2020 tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Belanja atas Beban APBN dalam Penanganan Pandemi Covid-19. (Sumber: DITPA DJPB)
Ada 4 kerangka utama yang menjadi ruang lingkup pengaturan dari PMK tersebut, yaitu mengenai:
- Mekanisme pelaksanaan anggaran belanja atas beban APBN dalam penanganan pandemi Covid-19;
- Pengalokasian dana untuk penanganan pandemi Covid-19 dalam DIPA Kementerian/Lembaga (K/L);
- Klasifikasi akun khusus Covid-19 untuk alokasi dana penanganan pandemi Covid-19; dan
- PMK ini berlaku dalam masa penanganan pandemi Covid-19.
Regulasi Pengelolaan Anggaran Pemerintah Daerah Terkait Covid-19
Pandemi Covid-19 telah membawa pengaruh besar terhadap pelayanan pemerintah kepada rakyatnya, terutama untuk sektor kesehatan dan sosial, termasuk pada pemerintah daerah (Pemda).
Pemerintah daerah dituntut untuk melakukan banyak hal yang dapat memberikan rasa nyaman, mengayomi, melindungi, dan memperhatikan kondisi masyarakat/publik. Publik juga membutuhkan kepastian mengenai bentuk pembatasan aktivitas, ketersediaan fasilitas kesehatan, dan jaminan untuk bertahan hidup.
Publik kemudian bertanya-tanya: “Kemana dana Negara/Pemda yang banyak itu? Mengapa tidak digunakan untuk merelaksasi kondisi publik yang ketakukan, cemas, bingung, dan putus asa?
Meskipun awalnya terkesan lamban, Pemerintah Pusat kemudian memberikan arahan dan kewenangan kepada Pemda melalui penerbitan beberapa regulasi sebagai pedoman bagi Pemda dan instansi lainnya.
Regulasi tersebut seperti Peraturan pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 (tanggal 31/3/2020); Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 (31/3/2020); Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2020 (20/3/2020); dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 20 Tahun 2020 (14/3/2020).
Selain itu, beberapa surat edaran (SE) dari kementerian dan kepala daerah dikeluarkan untuk implementasi di daerah.
Muara dari persoalan ini adalah ketersediaan dana di daerah. Pemda sebagai pengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), mau tidak mau, harus mengeluarkan dana sangat besar untuk penanganan Covid-19.
Masalahnya, setiap pengeluaran dari kas daerah haruslah didasarkan pada angka-angka yang tercantum dalam APBD yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah (Perda).
Mengingat wabah Covid-19 ini merebak setelah penetapan APBD tahun anggaran 2020, maka dapat dipastikan tidak ada anggaran yang dikhususkan untuk itu. Sehingga yang ada adalah anggaran belanja tidak langsung dengan nama rekening Belanja Tidak Terduga (BTT).
Namun pada kondisi ini, anggaran BTT dapat dipastikan tidak mencukupi. Artinya, harus ditambah alokasi anggarannya dalam perubahan APBD.
Penegasan ini dinyatakan dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2020 terkait Kebijakan Keuangan Daerah (Pasal 1 ayat 4, Pasal 3 ayat 1), di mana Pemda boleh melakukan perubahan alokasi antar program dengan cara melakukan perubahan Peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD, sebelum nantinya dimasukkan dalam Perda perubahan APBD.
Ada tiga hal penting yang ditekankan dan perlu diketahui dalam regulasi-regulasi tersebut.
Pertama, fokus pada kebutuhan pendidikan, produktivitas kerja, dan ibadah.
Kedua, Pemda diberi kewenangan dalam urusan pendidikan, menjaga aktivitas ekonomi, dan perubahan kebijakan anggaran, sehingga dampak negatif dari Covid-19 dapat diminimalisir.
Ketiga, Mendagri memberikan pedoman teknis pengelolaan keuangan untuk penanganan Covid-19.
Mendagri kemudian menerbitkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2020 pada tanggal 2 April 2020, yang ditujukan kepada Gubernur, Bupati, dan Walikota, dengan 7 (tujuh) poin, yakni:
- Melakukan refocussing dan/atau Perubahan Alokasi Anggaran untuk meningkatkan kapasitas pelayanan kesehatan, penanganan dampak ekonomi, dan penyediaan Jaring Pengaman Sosial (social safety net).
Fakta: Dalam “Siaran Pers Koalisi Masyakat Sipil” oleh Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Covid-19 Sultra, yang kemudian dilansir situs Walhi pada 29 Maret 2020, tiga lembaga; Indonesia Budget Center (IBC), Pusat Pengembangan Sumber Daya Wilayah Indonesia (PUSDAYA), dan WALHI Sultra), menyesalkan kelambanan Pemprov Sultra dalam mengantisipasi Covid-19 dengan mengungkap data di paragraf awal siaran persnya.
Ketiga lembaga tersebut kemudian mendorong desakan agar Pemprov Sultra segera melakukan refocussing anggaran sebagaimana yang diisyaratkan dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 19 Tahun 2020 tentang Penyaluran dan Penggunaan DBH, DAU, dan DID TA 2020 dalam rangka Penanggulangan Covid-19; Keputusan Menteri Keuangan No. 6 Tahun 2020 tentang Penyaluran DAK Fisik Bidang Kesehatan dan Dana Bantuan Kesehatan (BOK) dalam Rangka Pencegahan dan/atau Penanganan Covid-19; dan Permendagri 20 Tahun 2020 tentang Percepatan Penanganan Covid-19 di Lingkungan Pemda
Terdapat beberapa sumber dana di APBD yang dapat direalokasi/refocussing antara lain: DAU Tambahan Bantuan Pendanaan Kelurahan, DBH CHT, Dana Insentif Daerah (DID), DAK Fisik Reguler sub Bidang Pelayanan Rujukan, DAK Fisik Penugasan sub Bidang Pengendalian Penyakit dan RS rujukan, dan DAK Non Fisik Bidang Kesehatan Pos Bantuan Operasional Kesehatan (BOK).
Hasil tracking budget yang dilakukan ketiga lembaga itu, disebutkan adanya potensi anggaran sekitar Rp1,06 triliun dalam APBD Provinsi Sultra dan APBD pada 17 daerah di Sultra, yang dapat di-refocussing untuk mendukung pelaksanaan kegiatan pencegahan dan penanganan Covid-19.
Benar, bahwa potensi dana refocussing bisa sebesar itu. Namun, Kemenkeu dan Pemprov Sultra juga memiliki pandangan yang linier terhadap dana yang akan diserap dari sumber DAK, DAU, dan sisa SiLPA, sehingga tindak lanjut dari potensi refocussing yang mampu mencapai Rp500 miliar, tidak digunakan seluruhnya dan hanya direalokasikan sebesar Rp400 miliar, yang diperuntukkan pada tiga program prioritas, yakni; kesehatan, dampak sosial dan dampak ekonomi.
Guna menentukan besaran anggaran yang akan digunakan, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) telah merumuskan jumlah yang dapat digunakan dan dilaporkan kepada DPRD Sultra. Dari total Rp400 miliar tersebut dibagi dalam dua komponen, yakni Rp325 miliar berupa kegiatan, dan Rp75 miliar merupakan dana tidak terduga (DTT).
Namun, rumusan TAPD tersebut teranulir Surat Keputusan Bersama (SKB) dua kementerian yang dikirimkan belakangan. SKB Mendagri dan Menkeu tersebut memerintahkan pengalokasian 50 persen anggaran untuk difokuskan pada penanganan Covid-19.
TAPD kemudian mengubah rumusan anggaran; Rp325 miliar didistribusikan ke 27 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lingkup Pemprov Sultra, sesuai Rencana Kerja Anggaran (RKA) masing-masing, yang rinciannya sebagai berikut: untuk Program Kesehatan (Rp133 miliar), Penanganan Dampak Ekonomi (Rp78 miliar), dan Penanganan Dampak Sosial (Rp114 miliar). Sedangkan DTT Rp75 miliar dialokasikan untuk tiga kegiatan yang sama; yakni Rp45 miliar (bidang Kesehatan), Rp25 miliar (Bidang Sosial), dan Rp10 miliar (Bidang Ekonomi).
- Melakukan koordinasi dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) terkait hal-hal yang berhubungan dengan mobilitas masyarakat.
Forkopimda adalah forum beranggotakan seluruh unsur pimpinan, yakni Gubernur, Ketua DPRD Provinsi, Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda), Komandan Komando Resort Militer (Korem), Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati), Ketua Pengadilan Tinggi Provinsi, Ketua Pengadilan Tinggi Agama Provinsi, dan Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Provinsi.
Dalam pengertian yang lebih luas, anggaran refocussing juga berada dalam pengawasan dan sepengetahuan unsur-unsur Forkopimda Sultra.
- Memastikan dan mengawasi ketercukupan sembako di wilayah masing-masing dan tetap berjalannya operasi industri dan pabrik dengan memperhatikan Protokol Kesehatan (menjaga jarak antar orang, menyediakan masker, menyediakan hand sanitizer dan lain-lain).
- Instruksi Mendagri ini harus dilaksanakan paling lambat 7 (tujuh) hari sejak dikeluarkan atau paling lambat 9 April 2020.
- Apabila Pemda tidak melaksanakan Instruksi Mendagri ini maka dilakukan rasionalisasi atau pemotongan dana transfer ke Pemda bersangkutan.
- Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) secara berjenjang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Instruksi Mendagri ini.
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) beranggotakan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal/Inspektorat Utama/Inspektorat di setiap kementerian/lembaga, provinsi, dan kabupaten/kotamadya.
- Instruksi Mendagri mulai berlaku pada tanggal dikeluarkan (2 April 2020).
Instruksi Mendagri Nomor 1 Tahun 2020 ini memberikan penjelasan rinci tentang Tata Cara Percepatan Pengutamaan Penggunaan Alokasi Anggaran Pemda untuk 3 (tiga) hal, yakni penanganan kesehatan, penanganan dampak ekonomi, dan penyediaan social safety net. Aktivitas untuk penanganan kesehatan meliputi:
Penggunaan dana Belanja Tidak Terduga (BTT) yang telah ada dalam APBD. Prioritas penggunaan BTT ini adalah untuk penyediaan sarana dan prasaran kesehatan berupa barang pelindung warga dan komunitas, dan alat pelindung petugas medis, serta penyediaan sarana prasarana kesehatan lainnya;
- Penyediaan sarana fasilitas kesehatan;
- Merekrut tenaga kesehatan/medis baru dan memberi pelatihan singkat;
- Memberi insentif bagi tenaga kesehatan/medis, investigator, relawan, dan tenaga lainnya menggunakan standar harga satuan di daerah;
- Penyemprotan desinfektan;
- Penyewaan rumah singgah untuk isolasi PDP;
- Pemeriksaan laboratorium bagi masyarakat;
- Pengadaan alat evakuasi korban positif Covid-19;
- Penanganan jenazah korban Covid-19; dan
- Penanganan kesehatan lainnya.
Dalam hal penanganan dampak ekonomi oleh Pemda dengan menggunakan BTT mencakup antara lain:
- Pengadaan bahan pangan dan kebutuhan pokok;
- Pemberian insentif berupa pengurangan/pembebasan pajak daerah; pelonggaran kewajiban perpajakan daerah, dan perpanjangan waktu pemenuhan kewajiban dana bergulir;
- Pemberian stimulus berupa penguatan modal usaha pada UMKM, dan penanganan dampak ekonomi lainnya.
Sedangkan untuk aktivitas penyediaan social safety net dilakukan dengan cara pemberian hibah/bantuan sosial dalam bentuk uang dan/atau barang secara memadai, antara lain kepada:
- Individu/masyarakat terdampak atau memiliki risiko sosial seperti keluarga miskin, pekerja harian, dan individu lainnya;
- Fasilitas kesehatan milik masyarakat/swasta yang ikut serta melakukan penanganan pandemik Covid-19; dan
- Instansi verikal yang terlibat penanganan Covid-19.
Apabila anggaran BTT yang ada tidak mencukupi, Pemda melakukan penjadwalan ulang terhadap kegiatan yang telah ditetapkan sebelumnya, perubahan alokasi anggaran dan pemanfaatan uang kas yang tersedia. Perubahan alokasi anggaran dilakukan terhadap beberapa kegiatan, seperti:
- Kegiatan yang didanai dari dana transfer Pempus dan dana transfer antar daerah;
- Belanja modal yang kurang prioritas;
- Kegiatan pembangunan sarana dan prasarana serta pemberdayaan masyarakat di kelurahan;
- Hasil rasionalisasi belanja daerah untuk perjalanan dinas, kegiatan rapat, Pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis, sosialisasi, workshop, lokakarya, seminar atau kegiatan sejenis lainnya;
- Pengeluaran pembiayaan tahun berjalan; dan/atau
- Pemanfaatan dana yang berasal dari penerimaan daerah tahun 2020.
Hasil review serapan oleh Inspektorat Daerah Sultra dan BPKP Perwakilan Sultra terhadap RKA 27 OPD tersebut, setelah dialokasikan, dari Rp325 miliar, masih tersisa Rp241,5 miliar yang belum terserap, sehingga selisih tersebut segera dialihkan ke dalam DTT untuk Jaringan Pengaman Sosial (JPS) dalam bentuk tunai yang penyalurannya menggunakan skema by name by address.
Data Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sultra menyebutkan, sisa Rp241,5 miliar itu digunakan pada kegiatan belanja barang jasa, belanja pegawai (insentif atau honor para pertugas kesehatan dan lainnya), dan belanja modal, yang rinciannya sebagai berikut: Belanja Pegawai (Rp16.750.400.000), Barang Jasa (Rp179.430.026.776), dan Belanja Modal (Rp45.337.562.205).
Semua hal tersebut dapat ditemui dalam Peraturan Gubernur Nomor 10 Tahun 2020, tertanggal 4 Mei 2020, dan telah disampaikan kepada DPRD Sultra pada tanggal 27 Mei 2020.
Pemerintah Pusat kemudian memperpanjang kondisi tanggap darurat pada tanggal 29 Mei 2020. Perpanjangan kondisi tanggap darurat ini tentu juga memberi implikasi pada anggaran yang kemungkinan akan bertambah.
Untuk tujuan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, Instruksi Mendagri Nomor 1 Tahun 2020 tersebut juga memberikan Format Laporan Pertanggungjawaban APBD Tahun Anggaran 2020 untuk penanganan Covid-19, dan Format Laporan Belanja Tidak Terduga dalam APBD Tahun Anggaran 2020 untuk penanganan Covid-19.
Pada tanggal 24 Maret 2020, Menteri Keuangan mengeluarkan Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor S-239/MK.02/2020 perihal Insentif Bulanan dan Santunan Kematian bagi Tenaga Kesehatan yang Menangani Covid-19.
Insentif Bulanan diberikan untuk dokter spesialis Rp15 juta, dokter umum/gigi Rp10 juta, bidan dan perawat Rp7,5 juta, dan tenaga medis lainnya Rp5 juta.
Sedangkan Santunan Kematian diberikan sebesar Rp300 juta per orang, untuk setiap tenaga kesehatan yang gugur dalam tugas penanganan Covid-19. Sumber pendanaan untuk Insentif dan Tunjangan Kematian ini dilimpahkan kepada Pemprov/Pemda yang diambil dari pengalihan penggunaan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dan/atau APBD.
Pengawasan KPK dalam Pelaksanaan Anggaran Refocussing Covid-19
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, tentu saja, diliputi kebimbangan terkait penggunaan APBD T.A. 2020 untuk penanganan pandemi Covid-19, karena cemas pada ancaman hukum korupsi.
Sehingga itulah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeluarkan Surat Edaran KPK Nomor 8 Tahun 2020, sekaligus memberi rambu-rambu bagi Pemda agar dalam seluruh tahapan pelaksanaan penggunaan anggaran refocussing Covid-19, menghindari 8 (delapan) aksi yang dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi, yakni:
- Melakukan persekongkolan/kolusi dengan penyedia barang/jasa;
- Memperoleh kickback dari penyedia;
- Mengandung unsur penyuapan;
- Mengandung unsur gratifikasi;
- Mengandung unsur adanya benturan kepentingan dalam pengadaan;
- Mengandung unsur kecurangan dan atau mal-administrasi;
- Berniat jahat dengan memanfaatkan kondisi darurat; dan
- Membiarkan terjadinya tindak pidana korupsi.
Kedelapan marka tersebut tetap harus dipatuhi oleh Pemda, meskipun saat ini masih dalam kondisi darurat, yang membutuhkan efektivitas dalam pelaksanaan tugas penanganan Covid-19.
Koordinasi Realokasi dan Anggaran Daerah untuk Penanganan Covid-19
Pemerintah Pusat berkoordinasi dengan Pemda terkait realokasi anggaran daerah untuk mendukung kebijakan Pencegahan dan Penanganan Covid-19. Pada 16 Maret 2020, Menkeu telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 19 Tahun 2020 sebagai payung hukum untuk penyesuaian alokasi Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Insentif Daerah (DID).
Glosarium:
Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dana Alokasi Khusus, adalah alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada provinsi/kabupaten/kota tertentu dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Pemerintahan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. DAK termasuk di dalam Dana Perimbangan, di samping Dana Alokasi Umum.
SiLPA/SiKPA adalah selisih lebih/kurang antara realisasi pendapatan LRA dan belanja, serta penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dalam APBN selama satu periode pelaporan.
Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan memperhatikan potensi daerah penghasil berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dana Otonomi Khusus adalah dana yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah
Kementerian Keuangan melakukan identifikasi terhadap seluruh perubahan (anggaran), dan mengakomodasikan kebutuhan-kebutuhan yang bersifat emergency (kesehatan, ekonomi, social safety net).
Koordinasi dan simulasi yang dilakukan bersama Pemda, Kemenkeu mencatat bahwa DAU yang dapat dioptimalisasikan untuk penanganan Covid-19 mencapai Rp4 triliun. Ditambah lagi, refocussing DBH Sumber Daya Alam (SDA) untuk penanganan Covid-19 secara Nasional dapat mencapai Rp463 miliar. Untuk DID, seluruh Pemda dapat mengoptimalkan alokasi penanganan Covid-19 sebesar Rp4,2 triliun.
Pemerintah Pusat mengatur adanya refocussing serta relaksasi Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk mendukung penanganan Covid-19, yaitu DAK Fisik Bidang Kesehatan dengan potensi realokasi pagu secara Nasional mencapai Rp4,98 triliun. Pemda juga dapat menggunakan dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) untuk kegiatan yang relevan dengan penanganan Covid-19, salah satunya untuk insentif dan santuan bagi tenaga medis dan petugas surveilans di daerah-daerah terdampak. Potensi relaksasi penyaluran dan penggunaan BOK (di 17 Provinsi pertama yang terdampak Covid-19) mencapai Rp1,98 triliun, dan secara Nasional dapat mencapai Rp3,54 triliun.
Menkeu telah memerintahkan kepada para kepala daerah untuk dapat memilah prioritas DAK Fisik— dan bila perlu, menghentikan proses pelaksanaan DAK Fisik di luar bidang kesehatan dan bidang yang sangat prioritas. Dalam pelaksanaan APBD T.A. 2020, Menkeu mengimbau Pemda dapat melakukan penghematan belanja-belanja yang kurang produktif dan fokus untuk menangani permasalahan Covid-19, baik yang terkait dengan dampak kesehatan maupun dampak ekonomi kepada masyarakat berpenghasilan rendah.
Pemda diperbolehkan untuk segera menyiapkan perubahan anggaran, melalui Peraturan Kepala Daerah (Pergub/Perbup/Perwali) tentang penjabaran APBD. Penyusunan rencana kegiatan dan anggaran dalam pencegahan dan penanganan Covid-19, hendaknya mengacu pada pedoman dan aturan yang telah ditetapkan Pemerintah Pusat, dengan tetap menjaga tata kelola pemerintah dan akuntabilitas yang baik.
Mekanisme Pelaporan Pelanggaran Penggunaan Anggaran Pusat/Daerah
Di situs BPK dijelaskan, bahwa KPK telah menyusun standard operating procedure (SOP) percepatan pelaporan dan penanganan kasus. Penyusunan SOP melibatkan Polri, KPK, dan Kejaksaan Agung. Substansi utamanya adalah BPK Perwakilan bisa langsung melaporkan dugaan penyimpangan keuangan ke instansi penegak hukum di daerah masing-masing. BPK menambahkan, rencana penyusunan SOP telah dibicarakan bersama ketiga lembaga penegak hukum bersama seluruh pejabat BPK Perwakilan.
Mengenai kepada siapa penggunaan dana refocussing tersebut dilaporkan. Kemendagri dan Kemenkeu juga mengatur mengenai hal ini. Sejatinya dana yang digunakan sebagai anggaran refocussing bersumber dari anggaran negara untuk Pandemi Covid-19 tidak dilaporkan kepada DPR/DPRD atau kepada publik secara simultan, namun langsung dilaporkan kepada Kemendagri dan Kemenkeu.
DPRD tidak dapat menerima pelaporan penggunaan anggaran refocussing sebab bentuk dan fungsi dana refocussing adalah dana kedaruratan yang tidak dibicarakan dan disahkan di tingkat DPRD.
Memgenai tuntutan sejumlah pihak sebagaimana yang disampaikan paa paragraf awal, dapatlah dipahami bahwa seluruh proses yang dilalui oleh Pemerintah Provinsi Sultra dan 17 Pemkab/Pemkot, semata-mata dan selalu mengikuti arahan Pemerintah Pusat. Dugaan mengenai adanya tindakan melawan hukum terkait pelaksanaan anggaran refocussing, sepenuhnya, tidak benar, dan semua hal tersebut telah diluruskan melalui penjelasan ini.
Demikian.
Ilham Q. Moehiddin
Jubir Gubernur Sulawesi Tenggara
*Sumber Ilustrasi: JGS/Ant/Fauzan © 2020.
Berikut data (format PDF) yang dapat dirujuk:
- Kajian Fiskal Regional – Triwulan II Tahun 2020 – Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tenggara.
- Surat Keputusan Bersama (SKB) Kemendagri dan Kemenkeu Nomor 119/2813/SJ dan Nomor 177/KMK.07/2020 tentang Percepatan Penyesuaian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2020 dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) serta Pengamanan Daya Beli Masyarakat dan Perekonomian Nasional.
- Siaran Pers Kementerian Keuangan Republik Indonesia tentang Pemerintah Pusat Koordinasikan Realokasi dan Anggaran Daerah untuk Dukungan Penanganan Covid-19.
- Kementerian Keuangan Republik Indonesia tentang Kebijakan DAK Nonfisik – Perubahan Kebijakan DAK Nonfisik Kesehatan TA 2020 dan Rancangan Kebijakan TA 2021 dalam Rangka Menanggulangi Dampak dari Kondisi Pandemi Covid-19.
Melalui mesin pencari Google, data dapat ditemukan dengan menggunakan kata kunci:
; cara + pemda + melaporkan + penggunaan + anggaran + covid-19 + kepada + pemerintah + pusat.
; alur + pelaporan + bpk + atas + kasus + penyelewengan + anggaran + daerah + inspektorat + kpk