Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara
H. ALI MAZI, SH.
Rencana pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, kian nyata.
Digagas sejak tahun 2019 oleh Presiden Joko Widodo, pembangunan IKN Nusantara rencananya dimulai pertengahan tahun 2022. Proses pemindahan ibu kota akan dilakukan secara bertahap, dimulai pada 2024. Pada tahun tersebut, kemungkinan yang lebih dahulu pindah adalah istana negara dan sejumlah kementerian. Diperkirakan, proses perpindahan ke ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur akan memakan waktu hingga 20 tahun.
Rupanya, gagasan pemindahan ibu kota negara tak sepenuhnya lahir di era Presiden Joko Widodo. Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto lebih dulu mengusulkan wacana tersebut. Hanya saja, ide itu tak terealisasi karena sejumlah alasan. Tak terwujud di era Soekarno, rencana pemindahan ibu kota negara berlanjut di rezim Soeharto. Namun, rencana itu lagi-lagi gagal karena adanya pergolakan di tahun 1997-1998.
Gagasan Soekarno
Pemindahan ibu kota negara sebenarnya pernah dilakukan di era Soekarno. Kala itu, 4 Januari 1946, ibu kota dipindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Situasi baru dinilai aman tiga tahun setelahnya atau 27 Desember 1949. Saat itulah ibu kota negara dikembalikan ke Jakarta.
Tahun 1950-an, gagasan pemindahan ibu kota negara kembali dimunculkan Soekarno. Ide ini lahir lantaran Bung Karno merasa perlu membagi beban Jakarta yang sejak dulu menjadi daya tarik warga Indonesia.
Soekarno mempunyai visi bahwa sebaiknya ibu kota baru berada di luar Jawa, khususnya di Indonesia bagian timur. Palangkaraya, Kalimantan Tengah, menjadi salah satu kota yang diincar Soekarno. Pada 17 April 1957, Soekarno meletakkan batu pertama di kota tersebut sebagai “sister city” Jakarta.
Mimpi Soeharto
Gagasan memindahkan ibu kota negara rupanya juga pernah muncul di rezim Soeharto. Soeharto berencana memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke Jonggol, sebuah daerah di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pada 15 Januari 1997 Soeharto bahkan sempat menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 1 Tahun 1997.
Keppres tentang Koordinasi Pengembangan Kawasan Jonggol sebagai Kota Mandiri itu disebut-sebut sebagai landasan hukum awal rencana pemindahan ibu kota. Namun, tak lama setelah Keppres tersebut terbit, terjadi pergolakan besar-besaran. Peristiwa ini memaksa Soeharto meninggalkan kursi RI-1 pada 21 Mei 1998 setelah 32 tahun berkuasa.
Upaya Joko Widodo
Pemindahan ibu kota negara kembali diusung Presiden Joko Widodo. Jokowi mengatakan, kajian soal pemindahan ibu kota negara sudah dilakukan sejak lama. Namun, perlu keberanian untuk mengeksekusinya.
Ada sejumlah alasan yang mendasari pemerintahan Joko Widodo memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Penajam Paser Utara. Mulai dari pemerataan ekonomi hingga populasi. Joko Widodo mengungkap, saat ini, 58 persen Produk Domestik Bruto Ekonomi atau perputaran uang ada di Pulau Jawa. Padahal, Indonesia memiliki lebih dari 17.000 pulau. Masyarakat berbondong-bondong ingin tinggal di Pulau Jawa, khususnya Jakarta, karena daya tarik ekonominya yang tinggi.
Harapannya, memindahkan ibu kota negara ke Kalimantan Timur dapat menjadi magnet baru ekonomi, sehingga perputaran uang tidak hanya berpusat di Jakarta atau Pulau Jawa saja. Selain itu, pemindahan ibu kota negara didasari dari tidak meratanya populasi penduduk Indonesia. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengungkap, 56 persen atau 156 juta penduduk RI berkutat di Pulau Jawa.
Oleh karenanya, supaya tidak terjadi ketimpangan ekonomi, infrastruktur, dan populasi, presiden ingin pembangunan ibu kota baru segera dieksekusi. Terkini, Joko Widodo telah menandatangani Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN. Aturan turunan dari UU tersebut juga terus dikebut pemerintah. Presiden Joko Widodo sudah mengumumkan Kepala Otorita IKN yang bertugas memimpin pemindahan ibu kota negara. []