H. Ali Mazi, SH.
Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara
Pada masa pemerintahan kolonial Belanda dan pendudukan Jepang, Kendari yang hanya seluas ±31,40 Km2 saat itu, adalah wilayah Kewedanaan sekaligus ibu kota Onder Afdeling atau Bun Ken Laiwoi. Kendari berubah dari ibukota kecamatan kemudian berkembang menjadi ibukota kabupaten daerah tingkat II berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959.
Perpu Nomor 2 Tahun 1964 Jo. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964, menandai ditetapkannya Kendari atau ibukota Provinsi Sulawesi Tenggara yang masih terdiri dari dua wilayah kecamatan, yakni Kecamatan Kendari dan Kecamatan Mandonga dengan pertambahan luas wilayah ±75,76 Km2. Kemudian Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1978 mengubah status Kendari menjadi Kota Administratif yang meliputi tiga wilayah kecamatan, yakni Kecamatan Kendari, Mandonga dan Poasia dengan 24 desa.
Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan Kota Administratif Kendari, maka dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1995 yang menetapkan Kendari sebagai Kota Madya Daerah Tingkat II dengan luas wilayah ±298,89 Km2 atau 0,7 persen dari luas wilayah daratan Sulawesi Tenggara. []